Bos Gudang Garam Kembali Tersandung Kasus Kredit Macet

Nama pemilik pabrik rokok Gudang Garam Susilo Wonowidjojo kembali terjerat masalah hukum. Kali ini PT Bank OCBC NISP Tbk (NISP) yang melaporkan.

Tim Kuasa Hukum Bank OCBC NISP Hasbi Setiawan, mengungkapkan terseretnya nama Susilo Wonowidjojo disebabkan karena posisinya sebagai salah satu pemegang saham pengendali PT Hari Mahardika Usaha (PT HMU), yang merupakan induk usaha dari PT Hair Star Indonesia (HSI) yang kreditnya macet di bank NISP senilai Rp 232 miliar.

Desember tahun lalu, bank milik taipan Chairul Tanjung, PT Bank Mega Tbk (MEGA) juga menggugat perdata Bos PT Gudang Garam Tbk, Susilo Wonowidjojo, atas dugaan perbuatan melawan hukum. Bank Mega mengaku sudah dirugikan Rp112 miliar.

Kenapa Bank Mega melaporkan Susilo Wonowidjojo? Sama seperti NISP, Bank Mega juga memberikan kredit ke perusahaan HSI. Dan meski Susilo tidak secara langsung memiliki HSI, namun Bank Mega melihat Susilo lah yang sebenarnya menjadi pengendali utama di HSI.

Karena dalam kasus ini, Susilo merupakan pemegang 99 persen saham serta pengendali utama tergugat PT HMU. Nah, PT HMU ini merupakan pemegang 50 persen saham PT HSI.

Usaha PT HSI 

PT HSI sendiri merupakan perusahaan yang bergerak di bidang produksi rambut palsu (wig) dan bulu mata palsu. PT HSI, sebenarnya bukan perusahaan kemarin sore. Perusahaan ini berdiri pada tahun 1989 dan merupakan salah satu pemain besar di industrinya.

Jumlah karyawannya saja ada 3.000 orang. Dan menjadi satu satunya perusahaan Wig yang berlokasi di Jawa Timur. Produksi PT HSI juga mayoritas di ekspor ke luar negeri seperti ke Singapura, Jepang, hingga Afrika.

Namun entah mengapa mendadak perusahaan ini dinyatakan pailit. Bahkan PT HSI diberitakan tak mampu membayar hak hak karyawan seperti gaji karyawannya selama lima bulan, THR, dan pesangon.

Kalah Kompetisi?

Salah satu pemain perusahaan wig di Purbalingga Jawa Tengah yaitu PT Indokores Sahabat mengeluhkan permintaan wig yang terus menurun dari tahun ke tahun.

Owner PT Indokores Sahabat, Hyung Don Kim pada oktober 2019 lalu memprediksi perusahaannya hanya akan bisa bertahan 5-10 tahun akibat demand yang terus menurun.

”Sebelumnya, kami bisa memproduksi 1,3 juta pieces per bulan. Namun saat ini turun hingga sekitar 30 persennya. Dalam kondisi seperti ini, mau tidak mau kami juga harus mengurangi jumlah karyawan dari 1.900 orang menjadi tinggal 1.300 orang,” katanya seperti dikutip dari Republika.

Penyebab menurunnya permintaan ini karena membanjirnya produk wig tiongkok di pasar global. Menurutnya produktivitas tenaga kerja di Cina lebih tinggi dari Purbalingga.

Bahkan, mereka cenderung meminta lembur bekerja. Sedangkan di sisi harga,  produk buatan Cina juga lebih murah dengan  kualitas yang sudah menyerupai produk rambut Purbalingga.

Perusahaan Wig di Purbalingga

Selain PT Indokores Sahabat, di Purbalingga ada pemain lain seperti  PT Hyup Sung dan PT Sun Chang Indonesia, dan Bintang Mas Triyasa BMT.

Tak hanya Indokores, perusahaan wig lain di Purbalingga juga mengalami kondisi yang sulit. Bahkan PT Hyup Sung sempat memotong gaji karyawannya sebesar 50 persen yang membuat ribuan karyawan mereka melakukan demonstrasi pada tahun 2021.

Munculnya Pemain Baru 

Kondisi industri Wig yang sedang lesu tak menyurutkan pemain baru untuk berinvestasi. Awal tahun 2022 lalu, PT Victoria Beauty Industrial menamkan modalnya di Purbalingga dengan menyerap ribuan pekerja. []

Comments