I. Pendahuluan
Kamus mengambil beberapa definisi yang terkandung dalam sebuah kata. Dengan tujuan, menjelaskan makna serta perangkat-perangkatnya, dan membatasi ranah maknanya. Ini menjadi dasar dari proses kerja pembuatan kamus secara umum. Karenanya, makna memiliki esensi substantif, tanpa makna, kata maupun kalimat tidak berfungsi.
Hanya saja, masalah yang sering dijumpai dalam kamus, yaitu dugaan tidak adanya makna yang sempurna sesuai pemahaman pendengar ataupun pembaca. Dengan begitu dapat dikatakan, makna konotatif dan metaforis tidak boleh dimunculkan dalam kamus. Walhasil, bahasa syair, drama, dan isyarat tidak dimasukkan dalam kamus.
Makna kamus juga tidak semuanya berisi pemahaman pada suatu konsep, tapi pada dasarnya, berisi tentang makna konsensus, makna yang sesuai dengan kaidah struktur kalimat, makna yang dipakai dalam kehidupan sehari-hari, dan yang terkandung langsung dari sebuah konsep. Semoga carik kertas ini dapat memberikan motivasi untuk pencarian ilmu ini lebih mendalam.
II. Menjelaskan Makna
Dalam kamus-kamus Arab, baik itu kamus klasik ataupun modern, memiliki beberapa cara dalam menjelaskan makna. Di antaranya dengan perlawanan kata (antonimi), persamaan kata (sinonimi), penjelasan sebuah kata dengan beberapa kata, terjemah dari bahasa asing, majaz, konteks, dan gambar. Berikut penjelasannya.
A. Antonimi (التضاد)
Antonim adalah duah buah kata atau lebih yang maknanya dianggap berlawanan.[1] Sebenarnya keberlawanannya relatif. Karenanya dikatakan ‘dianggap’. Namun, memang tidak bisa disangkalkan ada kata yang berlawanan secara mutlak seperti kata ‘mati’ dan ‘hidup’, ‘siang’ dan ’malam’. Kamus Arab umumnya menggunakan cara ini, dalam penulisannya pun shohibul mu’jam menggunakan ضد ,خلاف ,نقيد ,الذى لا. Dalam lisanul arab contohnya, الخفة ضد الثقل. Contoh penggunaan خلاف , الضعف خلاف القوة. Contoh penggunaan نقيد, الكدر نقيد البكى . Inilah beberapa penjelasan makna dengan perlawanan kata dalam kamus Arab, baik klasik maupun modern.
Al-Khammas mengklasifikasi antonim menajdi tiga macam, yaitu:
Antonim mutlak, merupakan dua kata yang keberlawanannya benar-benar mutlak. Misalnya, ‘betina/perempuan’ (أنثى) berlawanan dengan ‘jantan/perempuan’ (ذكر), ‘salah’ (خطأ) berlawanan dengan ‘benar’ (صح).
Antonim bertingkat, yakni dua kata yang maknanya berlawanan, tapi bersifat relatif. Misalnya, ‘mudah’ dan ‘sulit, kemudian ‘dingin’ dan ‘panas’.
Antonim berlawanan, di antara medan makna pada dua kata yang berlawanan itu bersifat lumrah.
Contoh, ‘ayah’ dan ‘ibu’, ‘membeli’ dan ‘menjual’, ‘pemimpin’ dan ‘yang dipimpin’, ‘menang’ dan ‘kalah’.
Antonim garis samping, yaitu apabila kata yang berlawanan itu berupa kosakata yang bersifat arah dan keberlawanannya berdasarkan garis yang menyamping. Misal, ‘utara’ berlawanan dengan ‘timur’, ‘selatan’ lawan kata ‘barat’, ‘barat’ lawan kata ‘utara’.
Antonim garis lurus, yaitu keberlawanan kata itu berdasarkan garis lurus. Misal, ‘utara’ dengan ‘selatan’, ‘barat’ dengan ‘timur’.
B. Sinonimi (penjelasan dengan satu kata)
Dalam kamus Arab, juga banyak digunakan persamaan kata atau yang sering kita sebut dengan sinonim, dalam menjelaskan makna. Dalam Lisanul Arab misalnya, kata التربخ, dijelaskan dengan makna "الإسترخاء".
Sinonim merupakan dua kata atau lebih yang maknanya relatif sama. Pada hakikatnya, kesamaannya itu terletak pada informasinya, bukan pada maknanya. Umpamanya, kata jenazah, bangkai, mayat adalah kata yang bersinonim, tapi maknanya tidak persis sama. Alasannya, kata-kata tersebut tidak dapat dipertukarkan secara bebas. Misalnya, “aku melihat bangkai anjing”, tidak dapat ditukar dengan “aku melihat jenazah anjing”.
C. Penjelasan dengan Beberapa Kata
Dalam menjelasakan suatu kata, terkadang kamus mengungkapkannya dengan beberapa kata. Hal ini umumnya diikuti dengan kata kunci sebagai berikut.
إذا, الذى, ما, أي
Kata-kata kunci ini sering muncul dalam kamus klasik, sedangkan dalam kamus modern umumnya sudah tidak tidak ditemukan seperti dalam Mu’jam Al-Wasith. Contoh penggunaan إذا dalam Tahzib Al-Lughah, توجَّسْتَ الصوتَ: إذا سمعْْتَهُ و أنت خائف منه.
Kemudian الذى, الزبرج من السحاب: الرقيق الذى لا ماء فيه. Berikutnya penggunaan هو atau هي. Misalnya dalam Tahzib Al-Lughah, البراجِم هي المشنّجات فى ظهور . selanjutnya penggunaan ما, العُجامة: ما عجَمْتَه. Lalu penggunaan أي, contoh dalam buku yang sama, جزيت فلانا حقه: أي قضيته.
D. Gambar
Dalam kamus Arab modern, telah menggunakan gambar dalam menjelaskan makna suatu kata. Cara ini dipelopori oleh orang-orang Perancis, yang kemudian diikuti kalangan Eropa. Karenanya, dalam kamus Arab klasik tidak diketemukan metode ini. Gambar menjadi penting ketika suatu kata itu merupakan jenis tanaman, hewan, benda-benda alam, alat-alat perkakas dan elektronik. Contohnya dapat dilihat dalam kamus Al-Munjid dan Al-Wasith.
Metode ini merupakan makna unsur bahasa yang sangat dekat hubungannya dengan dunia di luar bahasa (obyek atau gagasan), dan yang dapat dijelaskan oleh analisis komponen.[2] Dalam makna ini, sebuah kata diharuskan memiliki acuan. Kata seperti ‘menara eiffel’, ‘piramid’, ‘tembok besar Cina’, ‘colosseum’, akan termengerti jika ada acuannya berupa gambar, walaupun tidak pernah mengunjunginya. Kata-kata demikian pun menjadi bermakna karena adanya gambar tersebut.
E. Terjemah
Berkaitan dengan bahasa asing, kamus Arab juga menampilkan kata asing dengan menjelaskan makna asalnya. Dalam kamus Arab modern, bahasa asing itu ditampilkan dengan aksara asing tersebut. Berbeda dengan kamus Arab modern, kamus Arab klasik langsung menyerap bahasa asing tersebut dengan aksara Arabnya.
Dalam hal ini, jika terdapat istilah asing yang bersinonim, kita harus menerjemahkan atau menyerapnya dengan satu istilah Indonesia.[3] Contoh: kata نظرية yang kita artikan dengan kata ‘teori’. Padahal kita tahu makna asli tersebut adalah ‘lihat’, ‘pandangan’. Tapi padanan kontemporernya lebih pantas dengan teori.
F. Majaz
Majaz atau kiasan adalah kata yang dipakai selain makna aslinya. Misalnya, bulan itu berjalan di kerumunan pasar malam. Kata bulan memiliki makna majazi, yakni gadis/wanita. Dalam Leksikologi Bahasa Arab dijelaskan 4 prosedur perubahan kata hingga ia memiliki makna majaz.
1. Menambah kata (زيادة), misalnya dalam firman Allah: “Tiada sesuatu yang seperti seperti tuhan”. (QS. Asy-Syura [42]: 11).
Kata seperti yang pertama adalah tambahan, jadi, tidak perlu diberi makna.
2. Mengurangi kata (نقصان), misalnya dalam firman Allah: “Bertanyalah kepada ...desa”. (QS. Yusuf [12]: 82)
Yang dimaksud pada kata di atas adalah bertanya kepada penduduk desa (أهل). Kata tersebut disimpan, dan tidak ditampakkan.
3. Memindah Arti (نقل), misalnya lafal الغائط yang dimaknai untuk nama kotoran yang keluar dari manusia. Padahal arti asalnya adalah ‘tempat yang tentram/sunyi’, sebab biasanya orang yang sedang buang air besar menuju ke sana.
4. Meminjam kata untuk arti lain (إستعارة), misalnya, dalam firman Allah: “...sebuah dinding yang ingin runtuh”. (QS. Al-Kahfi [18]: 77)
Yang dimaksud dengan kata ‘ingin’ di atas adalah hampir roboh. Kata ‘ingin’ seharusnya digunakan untuk manusia hidup, tapi di ayat tersebut digunakan untuk benda mati (dinding).[4]
Penjelasan makna dengan majaz, maksudnya digunakan untuk penjelasan makna-makna yang terkait dengan unsur balaghah dalam bahasa Arab. Metode ini digunakan khusus dalam lingkup sastra, salah satunya pada kitab Asas Al-Balaghah karangan Al-Zamakhsyari. Contohnya
G. Konteks (نظرية سياقية)
Dalam teori ini, cara memahami makna adalah melalui konteks kebahasaan dan konteks situasi-kondisi pada bahasa yang diutarakan. Konteks itu dapat berupa konteks linguistik, konteks situasi-kondisi, konteks bidang kegiatan atau keilmuan, bidang sosial dan budaya, dan konteks lainnya.[5]
Yang dimaksud konteks linguistik (intralingual), yakni makna suatu kata dalam satuan linguistik, entah itu dalam frase, kalimat, ataupun paragraf. Misalnya, kita mengenal kata meja yang bermakna leksikal salah satu perkakas rumah yang memiliki kaki empat, terbuat dari sehelai papan ataupun sesuatu yang dialihfungsikan menjadi papan.
Namun, akan berbeda maknanya jika kata meja dimasukkan dalam kalimat Andi tidak hadir dalam meja hijau karena sakit. Kata meja dalam kalimat tersebut bermakna ‘sidang’. Perubahan ini menunjukkan adanya kontekstualisasi kata meja dalam kalimat itu.
Kemudian konteks situasi, maksudnya adalah suatu kata yang mengalami kontekstualisasi dalam aspek waktu dan tempat. Suatu ungkapan akan lain maknanya dari unsur kebahasaannya jika ada maksud tertentu dalam ungkapan itu.
Umpamanya, ungkapan Sebentar lagi pukul dua belas, secara linguistik menunjukkan bahwa waktu akan tepat pada pukul dua belas. Akan tetapi, maknanya akan lain jika itu diungkapkan pada waktu malam oleh orang tua kepada anaknya. Maknanya pun dapat berupa perintah untuk segera tidur ataupun yang lainnya.
H. Polisemi (تعدد المعنى)
Polisemi adalah sebuah kata yang maknanya lebih dari satu, akibat dari adanya banyaknya komponen konsep makna pada kata tersebut. Misalnya, kata kepala yang mengandung konsep makna selain bermakna anggota tubuh pada manusai atau hewan, juga bermakna ‘pemimpin/ ketua’, ‘orang/jiwa’, ‘bagian yang sangat penting’, ‘bagian yang berada di sebelah atas’, dan ‘sesuatu yang bulat menyerupai kepala’.
Dalam Al-Mu’jam Al-Arabi yang dikarang Riyad Zaki Qosim, ucapan itu pada dasarnya terbatas pada makna kamus. Karena sebegitu pentingnya tema ini, maka cukup penting bagi kita untuk membahasnya. Berikut penjelasannya.
I. Keberagaman dan Potensialitas Makna Kamus.
Sering kita melihat kalimat yang diawali dengan subjek dan predikat, serta tambahan makna yang tidak dapat berdiri sendiri dalam kalimat. Untuk membuktikan keberagaman dan potensialitas sebuah makna, mari kita lihat contoh dari kata sho:hibun.
Sho:hibul jala:lah : bermakna gelar
Sho:hibul bayt : bermakna kepemilikan
Sho:hibiy : bermakna teman
Sho:hiburrasul : bermakna rekan semasa
Sho:hibul maslahah : bermakna pendamai
Sho:hibul haq : bermakna meminta hak
Sho:hibu nashi:bul asad : bermakna sebagian
Dari kata-kata di atas, kata “sho:hibun” yang memiliki makna asli, juja memiliki tujuh makna yang berbeda-beda. Dengan melakukan penggabungan dengan kata lain. Karenanya, kamus itulah yang menjelaskan klasifikasi kata-kata di atas dan menjadi makna kamus dari kata sho:hibun.
Keragaman, potensialitas, dan penentuan ranah makna itu memiliki peranan tersendiri. Yaitu sebagai pembeda antara kata yang ada dalam kamus, dengan kata yang ada dalam struktur kalimat.
J. Etimologi
Etimologi merupakan salah satu cabang dari linguistik yang menelusuri asal-usul kata secara historis sejak munculnya kata tersebut, dan menjelaskan perubahan yang terjadi pada kata tersebut. Penelusuran ini tidak terbatas pada satu bahasa saja, tapi dari kumpulan bahasa yang berkembang. Misalnya, kata kulkas yang kita kenal dengan lemari pendingin sebenarnya berasal dari bahasa Belanda.
Daftar Pustaka
Chair, Abdul. Leksikologi dan leksikografi Indonesia (Jakarta: Rineka Cipta, 2007)
Kridalaksana, Harimurti. Kamus Linguistik Umum. Ed. 4 (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008)
Taufiqurrochman. Leksikologi Bahasa Arab (Malang: UIN-Malang Press, 2008)
Zaki Qasim, Riyad. Al-Mu’jam Al-Arabi (Beirut Libanon: Darul Makrifah, 1986)
[1] Taufiqurrochman, Leksikologi Bahasa Arab (Malang: UIN-Malang Press, 2008) hal. 75
[2] Harimurti Kridalaksana, Kamus Linguistik Umum. Ed. 4 (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008) hal. 149
[3] Abdul Chair, Leksikologi dan leksikografi Indonesia (Jakarta: Rineka Cipta, 2007) hal. 111
[4] Taufiqurrochman, Leksikologi Bahasa Arab (Malang: UIN-Malang Press, 2008) hal. 64
[5] Abdul Chair, Leksikologi dan leksikografi Indonesia (Jakarta: Rineka Cipta, 2007) hal. 120
Comments