Energi angin telah menjadi primadona di di dunia. Di 70 negara, energi angin dijadikan sebagai sumber energi pembangkit listrik. Kapasitas terpasang pembangkit listrik tenaga angin di dunia semakin meningkat tiap tahunnya. Benua Eropa dan Amerika, paling besar menggunakan energi angin untuk pembangkit listrik.
Asosiasi Energi Angin Dunia mencatat, kapasitas terpasang pembangkit listrik tenaga angin pada 2012 sebesar 282.275 Megawatt (MW). Angka ini meningkat jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang sebesar 237.717 MW. Sedangkan pada 2010, kapasitas terpasangnya sebesar 199.739 MW. Kapasitas turbin angin terpasang pada 2012, bahkan meningkat hingga 19 persen, ketimbang tahun-tahun sebelumnya.
Menurut The European Wind Energy Association (EWEA), pembangkit listrik tenaga angin pada 2020 akan tumbuh pesat. Pasalnya, saat ini, sudah ada puluhan ribu pembangkit listrik dengan turbin anginnya, yang tersebar di seluruh dunia.
Perkembangan teknologi dalam dua dekade terakhir menghasilkan turbin angin yang modular dan mudah dipasang. Saat ini sebuah turbin angin modern 100 kali lebih kuat daripada turbin dua dekade yang lalu dan ladang angin saat ini menyediakan tenaga besar yang setara dengan pembangkit listrik konvensional.
Pada awal tahun 2004, pemasangan tenaga angin secara global telah mencapai 40.300 MW sehingga tenaga yang dihasilkan cukup untuk memenuhi kebutuhan sekitar 19 juta rumah tangga menengah di Eropa yang berarti sama dengan mendekati 47 juta orang.
Dalam 15 tahun terakhir ini, seiring meningkatnya pasar, tenaga angin memperlihatkan menurunnya biaya produksi hingga 50 persen. Saat ini di wilayah yang anginnya maksimum, tenaga angin mampu menyaingi PLTU batu bara teknologi baru dan di beberapa lokasi dapat menandingi pembangkit listrik tenaga gas alam.
Memang, dari aspek modularitas dan waktu pembangunan konstruksi, turbin angin lebih unggul. Namun, di sisi lain, karena kecepatan angin mempunyai sifat yang tak menentu, kadang kencang kadang pelan, energi angin yang dihasilkan dari turbin angin pun menjadi fluktuatif.
Karena itu, diperlukan sistem yang bisa menyimpan energi angin itu. Baterai, tentu sangat diperlukan terutama dalam sistem off-grid. Sedangkan untuk sistem on-grid, perlu teknologi yang dapat scara berkelanjutan mensinkronisasi tegangan dan frekuensi dari grid tersebut.
Secara umum, turbin angin terdiri dari kipas, rem, generator, alat pengontrol, roda gigi, rumah mesin, sudut bilah kipas, rotor, dan menara. Biasanya, turbin angin menggunakan 2 hingga 3 kipas. Sebuah rem cakram bisa digerakkan secara mekanis dengan tenaga listrik atau hidrolik untuk menghentikan rotor dalam keadaan darurat.
Sedangkan alat pengontrol, itu diperlukan untuk menyalakan turbin pada kecepatan angin kira-kira 3-4 meter per detik. Dan sekadar diketahui bahwa turbin akan mati pada kecepatan 25 meter per detik.
Angin yang melalui sudut-sudut kincir menyebabkan kincir berputar. Putaran kincir menyebabkan generator ikut berputar. Di dalam generator energi angin diubah menjadi energi listrik. Untuk pembangkit tenaga listrik skala kecil, karena kecepatan angin senantiasa berubah-ubah, maka perlu adanya pengatur tegangan.
Di samping itu perlu baterai untuk menyimpan energi, karena seiring terdapat kemungkinan dimana angin tidak bertiup. Bila angin tidak bertiup, generator tidak berfungsi sebagai motor, sehingga perlu sebuah pemutus otomatik untuk mencegah generator bekerja sebagai motor.
Untuk diketahui, umumnya, jika energi mekanik yang dihasilkan, maka pada umumnya turbin angin disebut sebagai kincir angin. Tapi bila dikonversi menjadi listrik maka disebut sebagai turbin angin.
Di Indonesia sendiri, potensi keberadaan energi angin sebenarnya cukup banyak, terutama di daerah-daerah pesisir, seperti di pesisir pulau Jawa, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Sulawesi. Namun, hingga kini total turbin angin terpasang masih kurang dari 2 megawatt.
Pengembangan energi angin di Indonesia memang lebih tepat jika menggunakan turbin angin. Hal ini memungkinkan dua hal, yakni menggunakan bentuk wind form atau stand alone, baik itu yang terhubung ke dalam grid ataupun tidak. Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) sangat sesuai jika digunakan di lokasi terpencil atau lokasi yang sudah memiliki grid.
Sebab, keberadaan dan kelangsungan suatu PLTB memang ditentukan oleh pemilihan lokasi yang sesuai, berdasarkan data angin yang akurat dan berlaku sepanjang waktu guna untuk mesin turbin angin. Memang, hal yang perlu dilakukan sebagai langkah awal, yakni terlebih dahulu melakukan studi potensi angin sepanjang tahun, sebelum diputuskan dibangun atau tidaknya PLTB itu.
Potensi energi angin di Indonesia memang tidak terlalu besar jika dilihat secara menyeluruh. Namun, berdasarkan survei dan pengukuran data angin yang dilakukan sejak 1979, Indonesia memiliki daerah yang prospek akan energi angin. Sebab di beberapa daerah tertentu terdapat kecepatan angin yang rata-rata tahunan sebesar 3,4 sampai 4,5 meter per detik atau mempunyai energi antara 200 kWh/m sampai 1000 kWh/m.
Potensi itu sudah dapat dimanfaatkan untuk pembangkit energi listrik skala kecil sampai 10 kW. Juga sudah dapat digunakan untuk pengembangan PLTB yang sudah masuk dalam skala komersial. Sebaran potensi angin di Indonesia yang bisa dimanfaatkan untuk turbin angin komersial, yakni di selatan pulau Jawa dan Nusa Tenggara.
Lokasi yang diinginkan dalam penempatan turbin angin adalah pada daerah yang memiliki kecepatan angin yang relatif konstan, arahnya tak berubah-ubah dan sedikit kemungkinan kecepatan angin yang sangat besar. Ditinjau dari letaknya pemanfaatan energi angin dibedakan menjadi tiga, onshore, offshore dan nearshore.
Instalasi turbin onshore didefinisikan pada jarak 3 km atau lebih dari garis pantai dan umumnya instalasi dilakukan di daerah berbukit untuk mendapatkan percepatan topografis. Akan tetapi penentuan lokasi tepatnya harus dilakukan secara hati-hati karena dapat menyebabkan perbedaan kecepatan angin yang signifikan.
Secara umum, instalasi turbin nearshore didefinisikan di wilayah pantai dari 3 km di daratan ke 10 km pada laut dari garis pantai. Pemanfaatan pada lokasi ini lebih mengutamakan keuntungan dari adanya angin darat dan angin laut.
Ketika instalasi dilakukan di laut lebih dari 10 km dari pantai maka disebut sebagai intalasi turbin offshore. Keuntungan dari pemasangan, yaitu karena adanya kecepatan angin yang relatif lebih tinggi. Terlebih, tahanan geseknya memang lebih rendah dibandingkan di daratan.
Selain itu, keberadaan turbin-turbin relatif tidak mengganggu dibandingkan dengan pemasangan di daratan. Tapi, pemasangan di laut tentu akan memiliki kekurangan yakni membutuhkan transmisi yang lebih kompleks sehubungan dengan jarak dan harus melalui lautan.
Ketika turbin-turbin ini diinstalasi dalam jumlah yang besar maka instalasi ini sering disebut sebagai ladang angin atau wind farm. Pada ladang angin perlu diperhatikan efek wind park yakni turbin-turbin ini cenderung menghalangi turbin yang lain. Umumnya digunakan jarak antar turbin 3 sampai 5 kali diameter turbin pada instalasinya. (diolah dari berbagai sumber)
Comments