Kejayaan dan Kemunduran Aliran Muktazilah


Walaupun ada perbedaan di antara para tokoh Muktazilah, tapi itu tidak terlalu besar dan malah berguna untuk saling melengkapi ajaran Muktazilah. Mereka memiliki pola pikir yang sama, yaitu menggunakan akal sebagai dasar memahami dan memecahkan persoalan teologi. Kaum ini pulalah yang merintis pembahasan teologi Islam secara detail dan bercorak filosofis, yang memunculkan filsafat Islam.

Kejayaan aliran muktazilah terjadi pada zaman khalifah Al-Makmun (813-833 M) yang melegitimasikan aliran ini sebagai mazhab negara. Akan tetapi, setelah khalifah Al-Makmun wafat, aliran Muktazilah mulai mengalami kemunduran.

Terlebih dengan digantinya kekhalifahan Al-Makmun oleh Khalifah Al-Mutawakkil (847-861 M). Pembatalan aliran Muktazilah sebagai mazhab negara dan pembakaran kitab-kitab mengenai ajaran Muktazilah, telah dilakukan pada zaman kekhalifahan Al-Mutawakkil.

Banyak masyarakat yang merasakan sikap keras kaum Muktazilah karena tidak sepaham dengan ajaran Muktazilah. Di zaman Al-Makmun, ajaran Muktazilah sebagai mazhab negara telah digunakan oleh pengikutnya sebagai ajang pemaksaan ajaran Muktazilah kepada ulama dan masyarakat.

Akibatnya, banyak ulama yang dihukum, ditekan, dan dimasukkan ke penjara hanya karena berbeda pendapat dengan kaum Muktazilah. Saat itulah kaum Muktazilah menjadi minoritas, dan karena keminoritasan inilah masyarakat umum memberikan reaksi keras terhadap sikap dan perlakuan kaum Muktazilah.

Walau demikian, tidak berarti kiprah aliran ini usai begitu saja. Beberapa tokoh aliran ini masih tetap mempertahankan, dan walhasil, muncul salah satu tokoh Muktazilah, bernama Al-Khayyat, yang berperan besar dalam mempertahankan eksistensi aliran Muktazilah. Dia dianggap sumber asli aliran Muktazilah bagi orang yang ingin tahu seperti apa muktazilah itu.

Karya-karyanyalah yang banyak memaparkan tentang aliran muktazilah tersebut. Pada akhir abad kelima hijriah muncul lagi seorang ulama Muktazilah, Al-Zamakhsyari, yang berhasil membuat kitab tafsir Al-Kasyaf.

Pada abad ke-20 ini, meskipun aliran muktazilah terbenam, tapi kini kian banyak cendikiawan muslim maupun nonmuslim dan para orientalis, yang menggali kembali aliran Muktazilah sebagai landasan untuk mengetahui dan mendalami problematika keislaman. Sungguh ironis memang, jika kaum muktazilah yang menganut paham kebebasan memaksakan ajaran-ajarannya kepada manusia se-Islam lainnya.

"Paksaan dan kekerasan yang mereka pakai, memunculkan lawan dan musuh yang dengan keras menentang aliran Muktazilah. Pada akhirnya, membawa pada jatuhnya kaum Muktazilah sendiri," inilah yang digunakan Harun Nasution untuk mengungkapkan kehancuran kelompok Muktazilah dalam karyanya berjudul Islam Rasional: Gagasan dan Pemikiran.

Daftar Pustaka
Muhammad Abu Zahrah, Imam. Aliran Politik dan Aqidah dalam Islam (Jakarta: Logos Publishing House, 1996)
Asmuni, Yusran. Ilmu Tauhid (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1994)
Hanafi, A.  Pengantar Teologi Islam (Jakarta: Alhusna Zikra, 1995)
Nasution, Harun. Islam Rasional, Gagasan dan Pemikiran (Bandung: Mizan, 1995)

Comments