Bank Syariah: Pengertian & Perbedaan dengan Bank Konvensional

Bank syariah: pengertian dan perbedaannya dengan bank konvensional. Bank pada prinsipnya merupakan pihak atau entitas yang melakukan penghimpunan dana dari masyarakat dalam bentuk pembiayaan atau dengan kata lain melaksanakan fungsi intermediasi keuangan.

Dalam sistem perbankan di Indonesia terdapat dua macam sistem operasional perbankan, yaitu bank konvensional dan bank syariah.

Sesuai Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, Bank Syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, atau prinsip hukum islam yang diatur dalam fatwa Majelis Ulama Indonesia seperti prinsip keadilan dan keseimbangan (‘adl wa tawazun), kemaslahatan (maslahah), universalisme (alamiyah), serta tidak mengandung gharar, maysir, riba, zalim dan obyek yang haram.

UU Perbankan Syariah juga mengamanahkan bank syariah untuk menjalankan fungsi sosial dengan menjalankan fungsi seperti lembaga baitul mal, yaitu menerima dana yang berasal dari zakat, infak, sedekah, hibah, atau dana sosial lainnya dan menyalurkannya kepada pengelola wakaf (nazhir) sesuai kehendak pemberi wakaf (wakif).

Pelaksanaan fungsi pengaturan dan pengawasan perbankan syariah dari aspek pelaksanaan prinsip kehati-hatian dan tata kelola yang baik dilaksanakan oleh OJK sebagaimana halnya pada perbankan konvensional, namun dengan pengaturan dan sistem pengawasan yang disesuaikan dengan kekhasan sistem operasional perbankan syariah.

Apa itu perbankan syariah?

Masalah pemenuhan prinsip syariah memang hal yang unik bank syariah, karena hakikinya bank syariah adalah bank yang menawarkan produk yang sesuai dengan prinsip syariah. Kepatuhan pada prinsip syariah menjadi sangat fundamental karena hal inilah yang menjadi alasan dasar eksistensi bank syariah.

Kepatuhan pada prinsip syariah dipandang sebagai sisi kekuatan bank syariah. Dengan konsisten pada norma dasar dan prinsip syariah maka kemaslhahatan berupa kestabilan sistem, keadilan dalam berkontrak dan terwujudnya tata kelola yang baik dapat berwujud.

Sistem dan mekanisme untuk menjamin pemenuhan kepatuhan syariah yang menjadi isu penting dalam pengaturan bank syariah. Dalam kaitan ini lembaga yang memiliki peran penting adalah Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI.

Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah memberikan kewenangan kepada MUI yang fungsinya dijalankan oleh organ khususnya yaitu DSN-MUI untuk menerbitkan fatwa kesesuaian syariah suatu produk bank.

Kemudian Peraturan Bank Indonesia (sekarang POJK) menegaskan bahwa seluruh produk perbankan syariah hanya boleh ditawarkan kepada masyarakat setelah bank mendapat fatwa dari DSN-MUI dan memperoleh izin dari OJK.

Pada tataran operasional pada setiap bank syariah juga diwajibkan memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang fungsinya ada dua, pertama fungsi pengawasan syariah dan kedua fungsi advisory (penasehat) ketika bank dihadapkan pada pertanyaan mengenai apakah suatu aktivitasnya sesuai syariah apa tidak, serta dalam proses melakukan pengembangan produk yang akan disampaikan kepada DSN untuk memperoleh fatwa.

Selain fungsi-fungsi itu, dalam perbankan syariah juga diarahkan memiliki fungsi internal audit yang fokus pada pemantauan kepatuhan syariah untuk membantu DPS, serta dalam pelaksanaan audit eksternal yang digunakan bank syariah adalah auditor yang memiliki kualifikasi dan kompetensi di bidang syariah.

Secara umum terdapat bentuk usaha bank syariah terdiri atas Bank Umum dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS), dengan perbedaan pokok BPRS dilarang menerima simpanan berupa giro dan ikut serta dalam lalu lintas sistem pembayaran.

Secara kelembagaan bank umum syariah ada yang berbentuk bank syariah penuh (full-pledged) dan terdapat pula dalam bentuk Unit Usaha Syariah (UUS) dari bank umum konvensional.

Pembagian tersebut serupa dengan bank konvensional, dan sebagaimana halnya diatur dalam UU perbankan, UU Perbankan Syariah juga mewajibkan setiap pihak yang melakukan kegiatan penghimpunan dana masyarakat dalam bentuk simpanan atau investasi berdasarkan prinsip syariah harus terlebih dahulu mendapat izin OJK.

Tujuan dan fungsi perbankan syariah

Perbankan Syariah dalam melakukan kegiatan usahanya berasaskan pada Prinsip Syariah, demokrasi ekonomi, dan prinsip kehati-hatian. Perbankan Syariah bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan keadilan, kebersamaan, dan pemerataan kesejahteraan rakyat.

Fungsi dari aspek perbankan syariah

  • Bank Syariah dan UUS wajib menjalankan fungsi menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat.
  • Bank Syariah dan UUS dapat menjalankan fungsi sosial dalam bentuk lembaga baitul mal, yaitu menerima dana yang berasal dari zakat, infak, sedekah, hibah, atau dana sosial lainnya dan menyalurkannya kepada organisasi pengelola zakat.
  • Bank Syariah dan UUS dapat menghimpun dana sosial yang berasal dari wakaf uang dan menyalurkannya kepada pengelola wakaf (nazhir) sesuai dengan kehendak pemberi wakaf (wakif).
  • Pelaksanaan fungsi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Struktur Perbankan Syariah

Berdasarkan Kegiatannya Bank Syariah dibedakan menjadi Bank Umum Syariah, Unit Usaha Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah. Bank Umum Syariah adalah Bank Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

Kegiatan usaha Bank Umum Syariah

  • Menghimpun dana dalam bentuk Simpanan berupa Giro, Tabungan, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad wadi’ah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
  • Menghimpun dana dalam bentuk Investasi berupa Deposito, Tabungan, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad mudharabah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
  • Menyalurkan Pembiayaan bagi hasil berdasarkan Akad mudharabah, Akad musyarakah, atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
  • Menyalurkan Pembiayaan berdasarkan Akad murabahah, Akad salam, Akad istishna’, atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
  • Menyalurkan Pembiayaan berdasarkan Akad qardh atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
  • Menyalurkan Pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak kepada Nasabah berdasarkan Akad ijarah dan/atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
  • Melakukan pengambilalihan utang berdasarkan Akad hawalah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
  • Melakukan usaha kartu debit dan/atau kartu pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah;
  • Membeli, menjual, atau menjamin atas risiko sendiri surat berharga pihak ketiga yang diterbitkan atas dasar transaksi nyata berdasarkan Prinsip Syariah, antara lain, seperti Akad ijarah, musyarakah, mudharabah, murabahah, kafalah, atau hawalah;
  • Membeli surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah yang diterbitkan oleh pemerintah dan/atau Bank Indonesia;
  • Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan pihak ketiga atau antarpihak ketiga berdasarkan Prinsip Syariah;
  • Melakukan Penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu Akad yang berdasarkan Prinsip Syariah;
  • Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah;
  • Memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan Nasabah berdasarkan Prinsip Syariah;
  • Melakukan fungsi sebagai Wali Amanat berdasarkan Akad wakalah;
  • Memberikan fasilitas letter of credit atau bank garansi berdasarkan Prinsip Syariah; dan
  • Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan di bidang perbankan dan di bidang sosial sepanjang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Kegiatan Usaha UUS (Unit Usaha Syariah)

Unit Usaha Syariah yang selanjutnya disebut UUS, adalah unit kerja dari kantor pusat Bank Umum Konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor atau unit yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah.

Atau unit kerja di kantor cabang dari suatu Bank yang berkedudukan di luar negeri yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang pembantu syariah dan/atau unit syariah.

Berikut ini bentuk-bentuk kegiatan usaha UUS:

  • Menghimpun dana dalam bentuk Simpanan berupa Giro, Tabungan, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad wadi’ah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
  • Menghimpun dana dalam bentuk Investasi berupa Deposito, Tabungan, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad mudharabah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
  • Menyalurkan Pembiayaan bagi hasil berdasarkan Akad mudharabah, Akad musyarakah, atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
  • Menyalurkan Pembiayaan berdasarkan Akad murabahah, Akad salam, Akad istishna’, atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
  • Menyalurkan Pembiayaan berdasarkan Akad qardh atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
  • Menyalurkan Pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak kepada Nasabah berdasarkan Akad ijarah dan/atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
  • Melakukan pengambilalihan utang berdasarkan Akad hawalah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
  • Melakukan usaha kartu debit dan/atau kartu pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah;
  • Membeli dan menjual surat berharga pihak ketiga yang diterbitkan atas dasar transaksi nyata berdasarkan Prinsip Syariah, antara lain, seperti Akad ijarah, musyarakah, mudharabah, murabahah, kafalah, atau hawalah;
  • Membeli surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah yang diterbitkan oleh pemerintah dan/atau Bank Indonesia;
  • Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan pihak ketiga atau antarpihak ketiga berdasarkan Prinsip Syariah;
  • Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah;
  • Memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan Nasabah berdasarkan Prinsip Syariah;
  • Memberikan fasilitas letter of credit atau bank garansi berdasarkan Prinsip Syariah; dan
  • Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan di bidang perbankan dan di bidang sosial sepanjang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Kegiatan usaha Bank Pembiayaan Rakyat Syariah

Bank Pembiayaan Syariah adalah Bank Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Kegiatan usaha Bank Pembiayaan Rakyat Syariah meliputi:

Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk:

  • Simpanan berupa Tabungan atau yang dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad wadi’ah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah; dan
  • Investasi berupa Deposito atau Tabungan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad mudharabah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;

Menyalurkan dana kepada masyarakat dalam bentuk:

  • Pembiayaan bagi hasil berdasarkan Akad mudharabah atau musyarakah;
  • Pembiayaan berdasarkan Akad murabahah, salam, atau istishna’;
  • Pembiayaan berdasarkan Akad qardh;
  • Pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak kepada Nasabah berdasarkan Akad ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik; dan
  • Pengambilalihan utang berdasarkan Akad hawalah;

Menempatkan dana pada Bank Syariah lain dalam bentuk titipan berdasarkan Akad wadi’ah atau Investasi berdasarkan Akad mudharabah dan/atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah

Memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan Nasabah melalui rekening Bank Pembiayaan Rakyat Syariah yang ada di Bank Umum Syariah, Bank Umum Konvensional, dan UUS

Menyediakan produk atau melakukan kegiatan usaha Bank Syariah lainnya yang sesuai dengan Prinsip Syariah berdasarkan persetujuan Bank Indonesia (sekarang OJK).

Dewan Pengawas Syariah (DPS)

Dewan Pengawas Syariah wajib dibentuk di Bank Syariah dan Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS maupun BPRS. Dewan Pengawas Syariah(DPS) diangkat oleh Rapat Umum Pemegang Saham atas rekomendasi Majelis Ulama Indonesia.

Dewan Pengawas Syariah bertugas memberikan nasihat dan saran kepada direksi serta mengawasi kegiatan Bank agar sesuai dengan Prinsip Syariah.

Tugas dan tanggung jawab DPS secara rinci meliputi:

  • Menilai dan memastikan pemenuhan Prinsip Syariah atas pedoman operasional dan produk yang dikeluarkan Bank;
  • Mengawasi proses pengembangan produk baru Bank;
  • Meminta fatwa kepada Dewan Syariah Nasional untuk produk baru Bank yang belum ada fatwanya;
  • Melakukan review secara berkala atas pemenuhan prinsip syariah terhadap mekanisme penghimpunan dana dan penyaluran dana serta pelayanan jasa bank; dan
  • Meminta data dan informasi terkait dengan aspek syariah dari satuan kerja Bank dalam rangka pelaksanaan tugasnya.

Untuk menjadi DPS pemohon wajib memenuhi syarat-syarat menjadi Anggota DPS:

  • Integritas, yang paling kurang mencakup:
  • Memiliki akhlak dan moral yang baik;
  • Memiliki komitmen untuk mematuhi peraturan perbankan syariah dan peraturan perundang-undangan lain yang berlaku;
  • Memiliki komitmen terhadap pengembangan Bank yang sehat dan tangguh (sustainable); dan
  • Tidak termasuk dalam Daftar Tidak Lulus sebagaimana diatur dalam ketentuan mengenai uji kemampuan dan kepatutan (fit and proper test) yang ditetapkan oleh Bank Indonesia (sekarang OJK).
  • Kompetensi, yang paling kurang memiliki pengetahuan dan pengalaman di bidang syariah mu’amalah dan pengetahuan di bidang perbankan dan/atau keuangan secara umum;
  • Reputasi keuangan, yang paling kurang mencakup:
  • Tidak termasuk dalam daftar kredit macet; dan
  • Tidak pernah dinyatakan pailit atau menjadi pemegang saham, anggota Dewan Komisaris, atau anggota Direksi yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan dinyatakan pailit, dalam waktu 5 (lima) tahun terakhir sebelum dicalonkan.

Perbedaan Perbankan Syariah dan Konvensional

Secara garis besar hal-hal yang membedakan antara bank konvensional dengan bank syariah adalah sebagai berikut:

Perbedaan Umum Bank Konvensional dan Bank Syariah:

Terdapat perbedaan umum antara bank konvensional dan bank syariah yang perlu Anda ketahui. Perbedaan ini adalah hal yang mendasar di antara keduanya.

Bank Konvensional:

  • Bebas nilai
  • Sistem bunga
  • Besaran bunga tetap
  • Profit oriented (kebahagiaan dunia saja)
  • Hubungan debitur-kreditur

Bank Syariah:

  • Berinvestasi pada usaha yang halal
  • Besaran bagi hasil berubah-ubah tergantung kinerja usaha
  • Atas dasar bagi hasil, margin keuntungan dan fee
  • Profit dan falah oriented (kebahagiaan dunia dan akhirat)

Perbedaan antara sistem bunga bank dan bagi hasil bank syariah:

Letak perbedaan berikutnya antara bank konvensional dan bank syariah ialah pada sistem sharing hasil keuntungan. Bank konvensional menggunakan sistem bunga, sedangkan bank syariah menggunakan sistem bagi hasil.

Bank Konvensional

  • Sistem Bunga
  • Asumsi selalu untung
  • Didasarkan pada jumlah uang (pokok) pinjaman
  • Nasabah kredit harus tunduk pada pemberlakuan perubahan tingkat suku bunga tertentusecarasepihakoleh bank, sesuai dengan fluktuasi tingkat suku bunga di pasar uang. Pembayaran bunga sewaktu-waktu dapat meningkat atau menurun tersebut tidak dapat dihindari oleh nasabah di dalam masa pembayaran angsuran kreditnya.
  • Tidak tergantung pada kinerja usaha. Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat meskipun jumlah keuntungan berlipatganda saat keadaan ekonomi sedang baik.
  • Eksistensi bunga diragukan kehalalannya oleh semua agama termasuk agama Islam.
  • Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan proyek yang dijalankan oleh pihak nasabah untung atau rugi.

Bank Syariah

  • Sistem Bagi Hasil.
  • Ada kemungkinan untung/rugi.
  • Didasarkan pada rasio bagi hasil dari pendapatan/keuntungan yang diperoleh nasabah pembiayaan.
  • Margin keuntungan untuk bank (yang disepakati bersama) yang ditambahkan pada pokok pembiayaan berlaku sebagai harga jual yang tetap sama hingga berakhirnya masa akad. Porsi pembagian bagi hasil berdasarkan nisbah (yang disepakati bersama) berlaku tetap sama, sesuai akad, hingga berakhirnya masa perjanjian pembiayaan (untuk pembiayaan konsumtif).
  • Jumlah pembagian bagi hasil berubah-ubah tergantung kinerja usaha (untuk pembiayaan berdasarkan bagi hasil).
  • Tidak ada agama yang meragukan keabsahan bagi hasil.
  • Bagi hasil tergantung pada keuntungan proyek yang dijalankan. Jika proyek itu tidak mendapatkan keuntungan maka kerugian akan ditanggung bersama kedua pihak.

[]

Sumber: OJK

Comments