Tantangan Dua Komisaris Baru Bank Syariah Indonesia

Adiwarman Azwar Karim dan TGB Muhammad Zainul Majdi belum lama ini terpilih sebagai Komisaris Utama merangkap Komisaris Independen dan Wakil Komisaris Utama merangkap Komisaris Independen pada Bank Syariah Indonesia. Keduanya terpilih pada Selasa 24 Agustus 2021 dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) PT Bank Syariah Indonesia.

Bank Syariah Indonesia (BSI) adalah hasil merger BRI Syariah, BNI Syariah dan Bank Syariah Mandiri. BSI diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada 1 Februari 2021. Agenda RUPSLB BSI sekaligus menggeser dua komisaris yang belum genap bekerja setahun. Namun kita tidak membahas hal itu.

Adiwarman Azwar Karim

Pertama mari kita bahas Adiwarman Azwar Karim. Ia adalah sosok fenomenal di industri keuangan syariah dan merupakan pendiri dan CEO KARIM Consulting, eks manajemen Bank Muamalat Indonesia. Ia juga sosok yang memiliki karya tulis pada bidang ekonomi Islam.

Keilmuan dan pengalamannya di bidang perbankan syariah memang tidak perlu diragukan. Terlebih dia juga menjabat sebagai wakil ketua Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia. Jabatan ini menunjukkan dirinya yang berada di lingkup otoritas fatwa ekonomi syariah Indonesia.

Darinyalah, siapapun tentu memiliki harapan agar Adiwarman mampu meningkatkan “market share” perbankan syariah yang hanya mencapai sekitar 6 persen di Indonesia. Mengapa demikian? Di antaranya karena ada persoalan “cost of fund” tinggi sehingga “pricing” yang mahal harus segera bisa diatasi agar BSI dapat berkompetisi dengan bank konvensional.

Adiwarman dan tentunya jajaran pimpinan BSI yang lain perlu melahirkan terobosan untuk menarik pangsa pasar syariah yang sangat besar. Dengan pengalaman sebagai konsultan, Adiwarman harus menelurkan solusi mendorong jajaran manajemen BSI menerbitkan inovasi produk yang memikat konsumen. Di antaranya ialah layanan bank digital, akselerasi zakat infak sedekah dan wakaf (ziswaf), skema akad baru, dan aksesibilitas yang lebih luas.

BSI juga sebaiknya memulai terobosan dengan menjalin kerja sama dengan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) agar seluruh sivitas akademika di kampus bisa bertransaksi melalui BSI. Minimal, setidaknya, para sivitas itu dirancang agar menggunakan kartu ATM BSI.

Potensi penggunaan layanan perbankan BSI sangat besar bagi kalangan PTKI. Misalnya dengan melayani gaji dosen dan pegawai serta pembayaran SPP mahasiswa. Untuk diketahui, ada 58 PTKIN (UIN, IAIN dan STAIN) dari Sabang hingga Merauke dengan ratusan ribu dosen, pegawai dan mahasiswa.

Jika Kementerian Agama bersama seluruh pimpinan PTKIN bersepakat kerjasama dengan BSI, itu merupakan peningkatan dasyat bagi sektor jasa keuangan syariah. Belum lagi jika mampu menggandeng kampus Islam swasta, madrasah serta pesantren. Hal tersebut akan meningkatkan pangsa pasar secara signifikan. Saatnya pemerintah dengan BSI sebagai BUMN melakukan kebijakan top-down.

Muhammad Zainul Majdi

TGB Zainul Majdi menjabat sebagai ketua ikatan alumni Al-Azhar dan Gubernur NTB periode 2008-2013 dan 2013-2018. Dia memang bukan ekonom tetapi ia dianggap punya kemampuan mendorong pangsa pasar dan literasi keuangan syariah yang lebih luas.

Patut diingat, Bank NTB beralih menjadi Bank Syariah pada 2018, tahun di mana TGB masih menjadi gubernur. Namun harus diakui, kesadaran literasi tentang perbankan syariah di hati banyak masyarakat Muslim sebetulnya masih rendah, meski popularitasnya kini mulai naik.

Karena itu, TGB punya tantangan untuk memberikan edukasi kepada masyarakat agar mau berhijrah ke bank syariah seperti yang dilakukannya pada Bank NTB. Sebab, saat ini masih banyak kalangan ustadz atau pendakwah yang meragukan kesyariahan bank di Indonesia.

Hal itu karena mereka masih berdebat soal kehalalan bunga bank, hingga ada keyakinan bahwa bank syariah dan bank konvensional di masa kini itu sama saja. Hal inilah yang perlu terus diedukasi oleh jajaran seluruh pimpinan dan karyawan BSI sekaligus menjadi tantangan untuk mendobrak itu.

TGB harus membuktikan kemampuannya di industri dan komunitas ekonomi syariah. Keterlibatan maupun keaktifan di Masyarakat Ekonomi Syariah, Ikatan Ahli Ekonomi Islam atau Himpunan Ilmuan dan Sarjana Syariah Indonesia, tentu dibutuhkan oleh doktor lulusan Universitas Al-Azhar Kairo Mesir itu. []

Comments