Sri Lanka Bans Muslim Women To Wear Face Coverings, Is It Necessary?

dok. foxnews.com

The Sri Lankan government has made a policy to ban Muslim women from using all types of clothing that make their faces closed. Whatever the type, including the burqa and niqab. This ban was made under the emergency law, launched on April 28, 2019 and came into effect the day after.

Sri Lankan President Maithripala Sirisena said that the burqa, which is one type of clothing that might be used by Sri Lankan Muslim women, poses a risk to security. He also considered that clothing was a symbol of fundamentalism.

"The president took this decision to further support ongoing security and help the armed forces to easily identify any perpetrators sought," read a press release from the president's office, quoted from CNN, Monday, April 29 2019.

The context of the ban, namely the event of a bombing on Easter Sunday. This event left more than 250 people dead and injured at least 500 people in churches and hotels in Sri Lanka. This figure is quite fantastic.

Okay, this time I would like to respond to the prohibition on fashion coverings for Muslim women. Personally, if there is no context for the bombings, I will not agree to the prohibition.

However, the bombings did require the Sri Lankan government to take steps to facilitate the search for perpetrators. So, I agree that is to facilitate the search for perpetrators.

However, the prohibition policy worries many people, including me. After the incident, is the ban still valid? I remind you, the prohibition on using face coverings is made under the law. So the strength is tightly binding. This is a big question.

Some Sri Lankan scholars argue that the ban should not be through law. According to him, the prohibition by basing on this law will cause rejection.

Moreover, we must recall that Sri Lanka had gone through a civil war against Tamil rebels which occurred a decade ago. Well, if the ban on using the burqa or the like applies, it is not impossible that interfaith divisions in Sri Lanka can ignite again.

The highest Sri Lankan cleric organization, The All Ceylon Jamiyyathul Ulama (ACJU), supports the ban on the use of burqas or the like only temporarily. The organization rejects policies or regulations governing the use of face coverings.

"We have told Muslim women not to cover their faces in this emergency situation," said ACJU Assistant Manager Farhan Faris.

ICJU has asked the Sri Lankan Government to revoke legislation that prohibits Muslim women from wearing face coverings.

"If you make a law, people will become emotional and this will have a bad impact. It's their religious right," Farhan said.

So, for me personally, the Sri Lankan Government must ensure that the prohibition rules on using face coverings are temporary. The aim is to avoid religious conflict.

==================================================================

Pemerintah Sri Lanka membuat kebijakan melarang Muslimah menggunakan semua jenis busana yang membuat wajah tertutup. Apapun jenisnya, termasuk burqa dan niqab. Pelarangan ini dibuat di bawah undang-undang darurat, diluncurkan pada 28 April 2019 dan diberlakukan sehari setelahnya.

Presiden Sri Lanka Maithripala Sirisena menyebut bahwa burqa, sebagai salah satu jenis busana yang mungkin banyak dipakai oleh Muslimah Sri Lanka, memiliki risiko terhadap keamanan. Dia juga menganggap bahwa busana tersebut merupakan simbol fundamentalisme.

"Presiden mengambil keputusan ini untuk lebih mendukung keamanan yang sedang berlangsung dan membantu angkatan bersenjata untuk dengan mudah mengidentifikasi setiap pelaku yang dicari," demikian bunyi siaran pers dari kantor Presiden, dikutip dari CNN, Senin 29 April 2019.

Konteks pelarangan tersebut, yaitu peristiwa pemboman pada hari Minggu Paskah. Peristiwa ini membuat lebih dari 250 orang meninggal dunia dan melukai sedikitnya 500 orang di gereja-gereja dan hotel-hotel di Sri Lanka. Angka ini cukup fantastis.

Oke, kali ini saya ingin menanggapi kebijakan pelarangan busana penutup wajah bagi Muslimah. Secara pribadi, jika tidak ada konteks peristiwa pemboman, maka saya tidak akan setuju terhadap pelarangan tersebut.

Namun, peristiwa pemboman memang mengharuskan pemerintah Sri Lanka untuk melakukan langkah-langkah yang mempermudah pencarian pelaku. Jadi, saya setuju yaitu agar mempermudah pencarian pelaku.

Tetapi, kebijakan larangan itu mengkhawatirkan banyak orang, termasuk saya. Setelah peristiwa itu, apakah larangan tersebut masih berlaku? Saya ingatkan, pelarangan penggunaan busana penutup wajah itu dibuat di bawah undang-undang. Jadi kekuatannya mengikat secara kuat. Ini yang menjadi pertanyaan besar.

Sebagian ulama Sri Lanka berpendapat, seharusnya pelarangan tersebut tidak melalui undang-undang. Menurut dia, pelarangan dengan mendasarkan pada undang-undang ini akan menimbulkan penolakan.

Apalagi, kita harus mengingat kembali bahwa Sri Lanka sempat melewati perang saudara melawan pemberontak Tamil yang terjadi pada satu dekade yang lalu. Nah, jika larangan menggunakan burqa atau sejenisnya berlaku, bukan tak mungkin perpecahan antaragama di Sri Lanka itu dapat tersulut kembali.

Organisasi ulama tertinggi Srilanka, The All Ceylon Jamiyyathul Ulama (ACJU) hanya mendukung larangan penggunaan burqa atau sejenisnya untuk sementara. Organisasi tersebut menolak kebijakan atau peraturan yang mengatur penggunaan busana penutup wajah.

"Kami sudah memberitahu para Muslimah untuk tidak menutup wajah dalam situasi darurat ini," kata Asisten Manajer ACJU Farhan Faris.

ICJU meminta Pemerintah Sri Lanka mencabut aturan perundang-undangan yang melarang Muslimah menggunakan busana penutup wajah.

"Jika Anda membuat undang-undang, orang-orang akan menjadi emosional dan ini akan membawa dampak yang buruk. Itu hak keagamaan mereka," kata Farhan.

Jadi, bagi saya pribadi, Pemerintah Sri Lanka harus memastikan bahwa aturan pelarangan menggunakan penutup wajah bersifat sementara. Tujuannya supaya tidak memicu konflik yang berbau agama.

PSRB, 30/4/2019

Comments