Manusia, Mikirin, Diri Sendiri, Kini


 
Masyarakat sekarang, tepatnya di era 2000-an, sudah kehilangan arah. Mereka melupakan esensi kehidupan yang hakiki. Tidak jauh berbeda dengan hewan. Hidupnya hanya untuk bertahan hidup, bukan mengisinya dengan sesuatu yang berarti. Mereka hidup hanya dengan niat mencari sesuap nasi.

Demi bisa bertahan hidup, demi mendapatkan uang untuk bisa beli makan, mereka tak segan-segan melakukan hal yang tak seharusnya. Masyarakat kini hidup tanpa berprinsip. Sebagian kuliah setinggi-setingginya, dengan harapan bisa memiliki ilmu setinggi-tingginya, ujung-ujungnya malah menjadi pekerja, dan tidak mengabdi pada masyarakat.

Hasil penelitian mereka, skripsi, tesis, disertasi, hanya untuk menuh-menuhin koleksi buku perpustakaan. Dan malah tidak dibaca oleh masyarakat. Zaman sekarang, siapa juga yang mau baca hasil penelitan seperti itu.

Membacanya tidak akan mengenyangkan perut. Ya, ada benarnya. Lebih baik bekerja untuk menafkahi keluarga. Kuliah tinggi hanya buang-buang waktu. Buang-buang waktu untuk memberikan manfaat bagi orang lain.

Orang yang kuliah, orang yang membaca beasiswa, barang kali sekarang hanya menjadi langkah untuk menaikan status sosial. Ingin dibilang, "Gue sudah Msc, sudah MA, sudah doktor, sudah profesor." Padahal kalau tidak menjadi orang yang berguna, ya sama saja bohong.

Boleh saja kuliah tinggi, asal niatnya tidak untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri. Tapi, lebih dari itu, untuk menjadi berguna bagi masyarakat. Ya, berguna untuk masyarakat, ini kata-kata yang sering dilontarkan orang tua kita dahulu.

"Nak, jadilah anak yang berguna yah." Sepele, tapi penting. Amat penting.

Di sisi lain, masyarakat saat ini tengah dilanda rasa malas. Malas bekerja, inginnya selow terus, tapi mengharapkan sesuatu yang lebih. Seorang PSK berkata, "Enakan kerja begini, duitnya gede, kerjanya gampang."

Seorang polisi pernah berkata, "Yang penting gua digaji." Seorang pejabat di Pemerintahan Kabupaten Bandung, pernah mengatakan, "Apapun bisa dilakukan asal ada duitnya." Seorang wartawan sering berkata, "Jelas enggak nih?"

Huh, apapun bisa dilakukan asal ada isinya (uangnya). Satu hal yang ingin aku sampaikan di sini, manusia saat ini, umumnya di Indonesia, melakukan sesuatu bukan karena harus dilakukan, tapi lebih karena terpaksa dilakukan.

Semua mengabaikan prinsip kemakmuran bersama, dan lebih mementingkan kemakmuran keluarga, kelompok, ataupun dirinya sendiri. Bukannya tidak baik seperti itu, tetapi, terkadang mengutamakan kepentingan keluarga atau kelompok itu melupakan rasa berkeadilan. Tetaplah berkeadilan, di mana pun Anda, siapapun Anda!

Soreang, 17/10/2015

Comments