Lika-liku Janda yang Terlena (1)


 
Kau putuskan tali perkawinan kita | Kini diriku menjadi janda | Kini dirimu telah berdua lagi | Kini diriku jadi merana |

Penggalan lagu berjudul "Takdir" yang dipopulerkan Nais Larasati ini barang kali patut disematkan pada sekelumit persoalan yang dialami para janda. Tali pernikahan yang terus dijaga, dipertahankan oleh istri, tapi pada akhirnya terputus. Predikat istri pun menjadi kenangan, dan kini menjadi janda. Sedangkan, predikat suami terus "berkobar" lewat perempuan lain.

Seorang perempuan dengan setelan blazzer terlihat berjalan menyambangi satu per satu rumah warga di kawasan Ngamprah, dekat kantor pemerintahan Kabupaten Bandung Barat. Sebuah kantong berisi lembaran-lembaran kertas, selalu dijinjingnya. Lembaran itu berisi katalog produk-produk barang elektronik. Tiap kali ada keramaian di teras sebuah rumah, itu berarti targetnya.

Dian, namanya. Sudah cukup lama ia melakoni profesi sales barang-barang elektronik. Saat itu terik matahari menyengat. Di bawah terik itu, kulit wajahnya masih saja kelihatan segar. Wajahnya penuh dengan dempulan bedak rias. Putih. Bulu alisnya hitam dan panjang. Ujungnya lancip. Wajahnya tampak sudah tidak kencang lagi. Ada sedikit keriput di sisi kanan-kiri bibirnya. Saat tersenyum lebar atau tertawa, keriputnya terlihat jelas, terutama di bagian bawah kelopak matanya dan di pipinya.

Senyum manisnya, satu-satunya cara untuk menggaet konsumen, meski tak banyak konsumen yang tercantol. Ia bukanlah satu-satunya janda yang bekerja keras memberikan nafkah kepada anak-anaknya. Anak Dian sendiri ada tiga. Satu laki-laki dua perempuan. Anak yang pertama, laki-laki, putus sekolah saat menginjak bangku kelas 5 SD. "Kalau dilanjutkan, sekarang dia kelas 3 SMP. Jadi kayak depresi gitu," ujar dia.

Anak pertamanya masih berusia 12 tahun. Sudah sering kali Dian mengajak anaknya itu untuk bersekolah lagi. "Sekolah ya nak, sampai SMP deh. Kalau dibilang gitu, dia bilang, 'Enggak mau ah'," tutur dia. Dian hanya bisa pasrah melihat salah satu anaknya putus sekolah. Anak kedua Dian, perempuan, saat ini mengenyam pendidikan di bangku kelas 2 SD. Sedangkan, anak ketiganya masih duduk di sekolah Taman Kanak-kanak. Meski pendapatannya tidak seberapa, Dian selalu berharap tiga anaknya itu terus mengenyam pendidikan setinggi-tingginya. Walaupun, anak pertamanya sulit sekali diajak sekolah lagi.

Dari tiga anaknya itu, memang anak pertamanya yang paling merasakan perilaku tak pantas dari seorang ayah. Bahkan, anak ini mengetahui ayahnya jarang memberikan nafkah, dan jarang pulang ke rumah. "(Anak pertama) suka nanya (bapak), benci aja dia, kejam yah bapak. Nah sekarang buktiin yah ke bapak kamu," kata Dian, menirukan percakapan yang sering ia sampaikan kepada anak pertamanya.

Dian dan mantan suaminya sudah resmi cerai pada 2011 lalu. Sejak tahun itu pula, ia dan tiga anaknya tidak pernah menerima nafkah dari mantan suaminya itu. "Pas cerai, nafkah enggak pernah dikasih. Mungkin sudah enggak niat aja ke anak, sudah enggak ingat juga ke anak, sudah enggak peduli," ucap dia.

Pernikahan pada 2011 itu bukanlah yang pertama kalinya bagi Dian. Pada usia 15 tahun, ia menikah untuk pertama kalinya, dengan laki-laki sebayanya. Namun, pernikahan dini ini tak berlangsung lama, hanya enam bulan. Suaminya kala itu terlalu manja. Apa-apa, jika ada masalah, langsung mengadu ke orang tuanya. Setelah enam bulan itu, mereka cerai. "Suami dulu mah anak manja. Kalau ada apa-apa bilang ke mamah, tapi enggak nyakitin," ujar dia.

Setelah cerai, ia bekerja di Braga, menjadi pelayan di sebuah toko donat. Dua tahun ia jalani pekerjaan ini. Setelah itu, ia mengundurkan diri karena dirasa bayarannya tidaklah seberapa. Dari situ, ia mendapat pekerjaan baru di Padalarang, di sebuah pabrik pembuatan benang. Selama lima tahun ia bekerja di pabrik itu.

Kemudian, selang sekitar satu satu tahun setengah, perempuan asli Desa Kertajaya Kecamatan Ngamprah, ini menemukan tambatan hati barunya. Ia pun menikah untuk kedua kalinya pada 2002 yang lalu, ketika usianya 22 tahun. Di awal pernikahannya, semua berjalan dengan baik-baik saja. Namun, seiring naiknya usia pernikahan, terpaan badai pun mulai menghujam hubungan mereka.

Awal keruntuhan rumah tangganya dimulai dari munculnya pihak ketiga. Mantan suaminya sudah berani main mata dengan perempuan lain, sejak kelahiran anak pertamanya. "Pas punya anak pertama sudah selingkuh, ketahuan, tapi saya masih sabar," kata Dian menceritakan. Bahkan, selingkuhan mantan suaminya itu terus bergonta-ganti. Namun, dalam kondisi yang sedemikian sakitnya itu, Dian masih tetap memilih mempertahankan rumah tangganya. Sempat mengajukan cerai kepada suami, tapi ditolak.

Soreang, 4 Oktober 2015
Tulisan ini dimuat di Republika Online/ROL (13 Desember 2015).
Tulisan ini merupakan versi asli buatan penulis.

Bersambung ke "Lika-liku Janda yang Terlena (2)"

Comments