Investor Mulai Lirik Investasi Migas Nonkonvensional


Kebutuhan dunia terhadap energi fosil akan terus terjadi hingga 2060. Saat ini, 83 persen energi di dunia didominasi energi fosil.

Minyak dan gas bumi (migas) menyumbang 63 persen. Berdasarkan World Energy Outlook 2013, pada 2040, diperkirakan migas masih mendominasi dengan menyumbang 59 persen energi di dunia. Data World Energy Outlook 2013 tersebut juga menyatakan, konsumsi energi terbesar pada 2020 akan bergeser ke kawasan Asia Selatan dan Asia Tenggara. Kawasan itu akan mengkonsumsi energi lebih besar dari Cina yang kini masih menjadi negara konsumen energi terbesar di dunia.

Di Indonesia, sumber energi fosil yang dipakai saat ini sudah sampai 90 persen, 58 persennya adalah penggunaan migas. Salah satu cara untuk menciptakan ketahanan energi nasional, yakni dengan mengembangkan potensi migas nonkonvensional di Indonesia.

Jenis migas tersebut, yaitu coal bed methane atau gas metana batubara, shale oil, shale gas, tight gas, dan methane hydrate. Pemerintah pada 2008 lalu telah menandatangani kontrak kerja sama terkait lapangan migas nonkonvensional: Blok CBM di Sekayu.

Di antara semua jenis migas nonkonvensional, yang paling berpotensi untuk dikembangkan di Indonesia adalah gas metana batubara dan shale gas. Gas metana batubara kini tengah dikembangkan di Sumatera dan Kalimantan.

Sumatera, dengan memiliki sekitar 22 Wilayah Kerja (WK) migas nonkonvensional di Sumatera, mempunyai cadangan gas metana batubara sebesar 43,6 triliun kaki kubik. Sedangkan Kalimantan, mempunyai cadangan gas metana batuabra sebesar 94,8 triliun kaki kubik, dengan 32 WK.

Pemerintah pun kini tengah mengundang banyak investor, baik itu investor lokal ataupun asing, untuk mengembangkan potensi migas nonkonvensional di Indonesia. Saat ini saja, sudah ada 81 proposal yang diterima Kementerian ESDM, terkait pengembangan potensi migas nonkonvensional.

Sejumlah nama perusahaan, seperti PT Pertamina Hulu Energi dan PT Corelab Indonesia, sudah melakukan eksplorasi. Selain itu, perusahaan Dart Energy Ltd., bermitra dengan PT Bukit Asam dan PT Pertamina EP, pada tahun ini akan melakukan pengeboran dua sumur gas metana batubara, tepatnya di WK Tanjung Enim dan Muralim. Dan, Bukit Energy Indonesia Pte Ltd., juga telah memiliki wilayah operasi migas nonkonvensional tahun ini.

Memang, saat ini pemerintah belum memiliki roadmap yang jelas terkait migas nonkonvensional. Namun, langkah awal yang kini sedang dilakukan pemerintah, yaitu dengan mengundang banyak investor. Sehingga, nantinya barulah bisa dibuat roadmap dengan melihat teknis pelaksanaan untuk pengembangan migas nonkonvensional.

Roadmap tersebut memang mutlak diperlukan agar pengembangan migas itu bisa berjalan secara terarah dan maksimal. Terlebih, Indonesia termasuk negara yang memiliki cadangan migas non-konvensional cukup besar di dunia. Data US Energy Information Administration mencatat, potensi shale oil di Indonesia berada di ranking 10 dari 10 besar negara, dengan potensinya sebesar 8 miliar barel. Sedangkan potensi shale gas di Indonesia diperkirakan mencapai 570 triliun kaki kubik.

Selain dua sumber energi itu, gas metana batubara akan menjadi primadona dalam 10 tahun ke depan. Banyak kalangan yang yakin bahwa pengembangan gas metana batubara akan mencapai hasil yang memuaskan pada 10 tahun mendatang. Namun, untuk mengembangkan itu, pemerintah juga perlu memikirkan fasilitas yang diberikan kepada investor, seperti kemudahan perizinan, dan insentif sehingga bisa mempermudah eksploitasi.

Pemerintah mesti memberikan kepastian harga jual dan insentif fiskal agar investasi gas metana batubara semakin matang. Dan, komersialisasi gas metana batubara nantinya juga harus sesuai dengan nilai keekonomian. Karena itu, pemerintah seharusnya juga membentuk pasar gas metana batubara sendiri di dalam negeri.

Salah satu perusahaan yang mengembangkan gas metana batubara, Vico Indonesia, sejak 2009 lalu hingga kini, sudah melakukan pengeboran 20 sumur. Nilai investasi yang telah digelontorkan, sebesar US$ 200 juta. Saat ini perusahaan tersebut tengah mendalami tahap uji coba pemafaatan gas metana batubara sekitar 0,5 juta kaki kubik per hari sebelum dikomersialisasikan.

CBM Commercial Manager PT VICO Indonesia, Radzif Mohamad menyatakan tahun ini pihaknya mentargetkan penyelesaian eksplorasi terhadap 20 sumur Coal Bed Methane (CBM) di wilayah kerja (WK) miliknya. “Kita menargetkan menyelesaikan 20 sumur CBM, yang sejak 2009 PSC (Product Sharing Contract) sudah ditandatangani,” Kata Radzif.

Kemudian, lanjut Radzif, pihaknya akan melakukan kerjasama dengan pemerintah, namun dirinya enggan menjelaskan lebih rinci kerjasama dalam bentuk apa. “Ini yang sedang dibicarakan dengan pemerintah POD seperti apa,” ujarnya. Radzif berharap, pengembangan CBM yang saat ini sedang digiatkan dapat berjalan sesuai dengan keinginan pasar. Produksi yang dilakukan Vico saat ini adalah eksplorasi.

Pengembangan migas nonkonvensional di beberapa negara, tidak semuanya berjalan karena adanya respon yang berbeda-beda terhadap migas jenis tersebut. Amerika dan Kanada, memang dua negara yang sedang masif mengembangkan migas ini. Namun, bukan berarti pengembangan migas non-konvensional di Kanada ataupun Amerika bisa ditiru secara global. Pasalnya, pengembangan migas non-konvensional secara global memerlukan nilai keekonomian sedikitnya $70 per barel. Jika di bawah harga ini, maka proyek migas non-konvensional internasional jadi minim investasi.

Masalah lainnya, isu migas non-konvensional amat erat kaitannya dengan isu lingkungan. Sebab, emisi karbon yang dihasilkan oleh migas non-konvensional itu sangat besar. Bahkan, di Eropa, Perancis misalnya, sampai melarang kegiatan fracturing untuk mengeksploitasi shale gas. Teknologi fracturing yang intensif melalui injeksi air dan zat kimia tambahan ke dasar sumur, dipercaya akan mengkontaminasi air tanah sehingga bisa merusak lingkungan.

Selain itu, proyek pengembangan migas non-konvensional pun membutuhkan sistem pipanisasi lokal, jarak yang dekat antara lokasi sumber dengan konsumennya, infrastruktur, dan perusahaan penyedia jasa untuk sektor hulu migas.

Comments