Blok Tangguh: Alokasi Asing Lebih Diprioritaskan


Besarnya cadangan gas di Blok Tangguh, ternyata menarik perhatian beberapa negara. Tiongkok, Korea Selatan, Meksiko, dan Inggris. Ketertarikan negara-negara tersebut terhadap Blok Tangguh, telah dimuluskan jalannya oleh pemerintah. Akibatnya, produk gas dari Blok Tangguh, dibawa seluruhnya ke masing-masing negara itu.

Blok Tangguh terletak di Teluk Bintuni, Papua Barat. Operatornya, British Petroleum (BP) Berau Ltd, perusahaan minyak dan gas bumi (migas) asal Inggris. Perusahaan tersebut, bersama dua anak perusahaan BP lainnya, yakni BP Muturi Holdings B.V, dan BP Wiriagar Ltd., memegang saham sebesar 37 persen.

Sedangkan sisanya, MI Berau BV memegang saham 16,3 persen, CNOOC Ltd sebesar 13,9 persen, Nippon Oil Exploration (Berau) Ltd 12,23 persen, KG Berau/KG Wiriagar sebesar 10 persen, LNG Japan Corporation sebesar 7,35 persen, dan Talisman sebesar 3,06 persen.

Cadangan gas di blok ini, pertama kali ditemukan pada pertengahan tahun 90-an, oleh Atlantic Richfield Co. (ARCO). Saat ini, cadangan terbukti gas di sana sebesar 14,4 trillion cubic feet (tcf). Cadangan yang telah dieksploitasi, sudah 6 tcf.

Di Blok Tangguh itu, BP tak hanya memproduksi gas. Tapi, sejak 2005 lalu, perusahaan tersebut juga memproduksi Liquified Natural Gas (LNG). Di teluk Bintuni itu, BP membangun kilang LNG Tangguh. Tujuannya, mengumpulkan hasil lifting gas bumi bukan hanya dari Blok Tangguh, tapi juga dari Blok Berau, Wiriagar, dan Muturi. Dari blok-blok ini, dibangun fasilitas pipa gas di bawah laut, yang mengalir menuju kilang tempat pemrosesan hingga menjadi gas alam cair, atau LNG.

Kilang LNG Tangguh terdiri dari train 1, 2 dan 3. Berdasarkan kontrak antara pemerintah dan beberapa negara, seluruh produk LNG dari train 1 dan 2 akan diekspor. Ekspor LNG Tangguh Train I dan II pertama kali dilakukan pada 2009, sekitar 1,15 juta ton per tahun ke Power and Posco, Korea Selatan.

Tangguh juga memasok 2,6 juta ton LNG per tahun ke Fujian, Tiongkok. Sedangkan sisanya sebesar 3,6 juta ton per tahun diekspor ke Sempra, perusahaan energi asal Amerika yang berlokasi di Meksiko. Train 1 dan 2 masing-masing memiliki kapasitas produksi 3,8 juta ton per tahun atau total keduanya sebesar 7,6 juta ton per tahun.

Namun, harga gas dari Kilang LNG Tangguh yang dijual ke Fujian, Tiongkok, itu sangat murah, hanya US$ 3,35 per MMBTU. Diperkirakan, negara mengalami kerugian sekitar Rp 30 triliun per tahun. November 2012 lalu, Presiden SBY bertolak ke Inggris. Ada beberapa kesepakatan yang dihasilkan, di bidang energi, perdagangan, pertahanan, dan pendidikan.

Namun, yang menarik, kala itu SBY menyetujui lagi pembangunan Kilang LNG Tangguh Train 3. Total investasi yang digelontorkan BP untuk pembangunan Kilang LNG Tangguh Train 3 dan kegiatan investasi lainnya, mencapai US$ 12,1 miliar. Bedanya, 40 persen dari produksi dari Kilang LNG Tangguh akan dialokasikan untuk pasar domestik. Sisanya, produksi lahan baru dengan nilai  investasi US$ 12 miliar itu akan diekspor ke pasar Asia Pasifik.

Masih di hari yang sama, sore harinya, Menteri ESDM Jero Wacik dan Menteri Energi dan Perubahan Iklim Inggris, Edward Davey, sepakat untuk meningkatkan kerja sama di bidang energi, termasuk kegiatan hulu hingga hilir.

Diperkirakan, pada 2015 mendatang, produksi gas dari train 3 itu sudah bisa dipasarkan. Di tingkat global, ada permintaan pasar yang begitu tinggi dari Korea dan Jepang. Produksi  Blok Tangguh Train III sekitar 3,8 juta metrik ton per tahun, hampir sama dengan dua blok sebelumnya.

Pembangunan kilang LNG Train-3 mulai dikerjakan pada tahun ini dan tes operasi pertama dilakukan pada akhir 2018. Saat ini, permintaan gas di pasar dunia dan Indonesia meningkat cukup tajam. Di pasar ekspor, harga LNG berkisar US$16-US$ 20 per million metric british thermal units (MMBTU) dan di dalam negeri mencapai US$ 6-US$ 10 per MMBTU.

Juni 2014, harga gas Tangguh ke Fujian yang selama ini dinilai terlalu murah, telah dinegosiasikan lagi oleh pemerintah. Hasilnya, harga gas Tangguh ke Fujian menjadi US$ 8 per MMBTU. Jero Wacik, mengatakan, sejak 2002 gas Tangguh di Papua yang dikelola British Petroleum (BP) diekspor 100% ke Fujian, Tiongkok dan Amerika Serikat.

Pada 2002 lalu, harga gas ini adalah 5,25% dari harga Japan Crude Cocktail (harga acuan minyak Jepang/JCC,-red), yang saat itu hanya US$ 26 per barel. Sehingga, harga jual gas Tangguh adalah US$ 2,7 per mmbtu. Namun, akhirnya, pihak Tiongkok setuju harga JCC dilepas, sehingga harga jual gas Tangguh bisa mencapai US$ 8 per mmbtu.

Kesepakatan itu naik terus, tahun 2015 jadi US$ 10 per mmbtu, 2016 US$ 12 dolar, 2017 US$ 13,3. Kontrak kita sampai tahun 2034. Rata-rata nanti angkanya jadi US$ 12 kenaikan 4 kali lipat dibanding harga tahun lalu. Keuntungannya, dengan memakai harga yang baru ini, negara akan mendapatkan US$ 20 miliar hingga 2034.

Naiknya harga jual gas ke Fujian, yang kini senilai 8 dolar per MMBTU, sebenarnya bisa ditingkatkan lagi melebihi 8 dolar itu. Menurut Pengamat Energi Rovicky Dwi Putrohari, ketimbang dulu di mana kebutuhan dunia terhadap gas itu masih kurang, saat ini kebutuhan gas di dunia semakin meningkat. Hal inilah yang membuat seharusnya harga jual gas tersebut bisa lebih tinggi melampaui 8 dolar per MMBTU.

"Sekarang sudah banyak yang mau menggunakan gas, dan harganya pun sudah lebih tinggi. Dulu itu gas nggak laku. Sekarang laku. Karena itu harga gas dengan minyak sudah mulai agak sedikit lebih tinggi," lanjutnya.

Rovicky menjelaskan, dulu ketika harga gas masih senilai 2,5 dolar per MMBTU, itu sudah terbilang bagus. "Sekarang ini kalau dibandingkan dengan minyak harusnya bisa melebihi 8 dolar. Tapi memang kita harus tetap mengapresiasi capaian pemerintah itu," tukasnya.

Comments