Mau Mencari Potensi Migas? Pakai Satelit Ini


by Umar Mukhtar

Eksplorasi merupakan proses awal yang penting dalam industri hulu minyak dan gas bumi (migas). Untuk mencapai tahap produksi, eksplorasi menjadi hal yang tidak bisa dilewatkan. Apalagi, jika eksplorasi itu dilakukan di wilayah deepwater. Eksplorasi di wilayah itu, tentunya memerlukan teknologi tersendiri sampai potensi migas itu ditemukan.



Satelit Oseanografi, menjadi teknologi khusus yang dapat memberikan sumbangan besar dalam mengungkapkan fenomena, proses, dan pemantauan sumber daya kelautan. Satelit tersebut berada pada ketinggian 800 hingga 30 ribuan kilometer di ruang angkasa. Satelit itu juga dirancang untuk mampu mengamati permukaan laut secara sinoptik, yakni dengan liputan spasial yang sangat luas dalam waktu bersamaan.

Jonson Lumban Gaol, seorang ahli satelit oseanografi dari Institut Pertanian Bogor (IPB), menjelaskan, sejak tahun 1960-an, satelit sumber daya alam ini telah diluncurkan. Satelit itu memang mampu memantau keadaan laut.

Namun, satelit pertama yang dirancang secara khusus untuk mengamati laut, diluncurkan pada tahun 1973, yang dikenal dengan nama Sea Satellite (Seasat). Ketika teknologi informasi berkembang dengan sedemikian pesatnya, maka satelit oseanografi juga bertambah modern.

Sensor yang dipasang di wahana satelit itu, secara umum, dibagi menjadi sensor visible, sensor termal, dan sensor microwave. Saat ini, puluhan jenis satelit sumber daya alam yang pernah diluncurkan ke ruang angkasa, adalah satelit NOAA-AVHRR, NIMBUS-CZCS, ADEOS-OCTS, Aqua & Terra MODIS, SeaWifs, ERS, RADARSAT, ENVISAT, TOPEX dan JASON.

Jonson juga menjelaskan, teknologi ini memiliki kemampuan sinoptik satelit, sehingga dapat memantau sumber daya alam. Satelit Oseanografi, menjadi salah satu sistem pengamatan bumi, The Group on Earth Observations-GEO.

Secara berkelanjutan, GEO mengembangkan aplikasi teknologi satelit oseanografi dan meningkatkan kemampuan satelit untuk menjawab permasalahan lingkungan global yang semakin kompeks saat ini dan masa depan.

Teknologi ini akan semakin berkembang. Apalagi, beberapa organisasi internasional, telah secara aktif menyebarluaskan teknologi itu. Seperti Pan Ocean Remote Sensing Conference (PORSEC), yang secara rutin melaksanakan kegiatan training, workshop dan symposium.

Pada 2002 lalu, Indonesia pernah dipercaya dan sukses menjadi tuan rumah penyelenggara pelatihan dan simposium PORSEC yang dihadiri ratusan para ilmuan satelit oseanografi dari berbagai belahan dunia. Rencananya, pada 2014 ini, Indonesia kembali menjadi tuan rumah.

Untuk diketahui, sensor satelit, khususnya yang bekerja pada panjang gelombang mikro, itu mampu mendeteksi adanya lapisan minyak di permukaan laut. Sebab, energi gelombang elektromagnetik yang dipantulkan lapisan minyak itu berbeda dengan permukaan laut yang tanpa lapisan minyak.

Lapisan minyak menyebabkan permukaan laut relatif datar, sehingga energi gelombang elektromagnetik yang terdeteksi sensor dari lapisan minyak itu lebih kecil dibandingkan dengan permukaan laut tanpa lapisan minyak. Pada citra satelit RADAR, perairan yang mengandung minyak akan terlihat lebih gelap dibandingkan dengan sekitarnya.

Karena itulah, satelit tersebut dapat digunakan untuk tujuan eksplorasi minyak dan pemantauan atas pencemaran minyak di laut. Pencemaran itu umumnya berasal dari limbah buangan dan kecelakaan kapal di suatu perairan. Selain itu, pencemaran itu juga bisa terjadi karena bencana kebocoran platform pengeboran minyak, seperti peristiwa yang terjadi di Teluk Mexico pada 2010 lalu, dan di Selat Timor pada 2009.

Sebenarnya, masalah kebocoran minyak itu bisa diminimalisir dengan bantuan citra satelit. Citra satelit tersebut, pada 30 Agustus 2009, sebetulnya juga telah menunjukkan adanya pencemaran minyak yang masuk ke perairan Indonesia. Dengan begitu, tindakan berikutnya bisa dilakukan, yakni penelitian lapangan yang memungkinkan untuk memperoleh data akurat.

Selain itu, ada yang namanya Satelit Altimeter,yang dapat digunakan untuk memetakan arus geostrofik di laut. Peta ini berguna untuk membantu eksplorasi di kawasan rig-offshore. Prof. Dr. Leben, seorang pakar satelit altimeter dari Universitas Colorado, Boulder, USA , yang telah membantu dalam penyediaan data altimeter untuk usaha pengeboran minyak laut dalam di Teluk Mexico, menyatakan bahwa informasi arus eddy dari satelit altimeter dapat mengurangi biaya eksplorasi secara signifikan.

Satelit altimeter ini, selain dapat membantu eksplorasi migas, mampu menghasilkan data tinggi paras laut (TPL), atau juga disebut sea surface height. Data satelit altimeter telah tersedia secara terus-menerus sejak diluncurkan satelit TOPEX pada 1992. Hingga saat ini, sudah tersedia data selama 17 tahun untuk seluruh perairan dunia.

Data dari satelit ini dapat diolah untuk berbagai keperluan, seperti, mengetahui tren kenaikan TPL. Hasil analisis data TPL dari satelit, menunjukkan terjadinya kenaikan paras laut global sebesar 3,4 mm per tahun.

Selain itu, satelit yang membawa sensor termal, seperti NOAA-AVHRR dan MODIS, akan mampu untuk mendeteksi energi panas yang diemisi oleh permukaan laut. Sehingga, suhu permukaan laut (SPL) dapat diukur dari satelit. Data dan peta SPL yang dihasilkan dari satelit itu kemudian bisa dimanfaatkan untuk pengamatan tren kenaikan SPL sebagai dampak dari pemanasan global.

Satelit seperti SeaWifs dan MODIS, itu juga mampu mendeteksi kandungan klorofil fitoplankton di laut. Sebab, kandungan klorofil fitoplankton akan memantulkan gelombang elektromagnetik yang terdeteksi sensor satelit. Untuk diketahui, fitoplankton adalah produktivitas primer di laut yang dapat digunakan sebagai indikator kesuburan perairan.

Hasil deteksi satelit itu menunjukkan adanya penurunan kesuburan perairan dunia. Diduga, itu merupakan dampak dampak dari perubahan iklim global. Sebaliknya, di perairan upwelling Indonesia, justru malah terjadi peningkatan konsentrasi klorofil. Di sisi lain, data konsentrasi klorofil dari satelit ini ternyata juga dapat digunakan untuk memprediksi daerah penangkapan ikan.

Diharapkan, dengan bantuan satelit yang jenis beragam ini, secara khusus bisa mengembangkan industri hulu migas, terutama pada eksplorasi. Sebab, dengan cadangan migas nasional yang semakin menipis, maka mengharuskan pemerintah untuk lebih banyak melakukan eksplorasi. Teknologi satelit ini, tentu dapat membantunya.

Comments