by Umar Mukhtar
Blok
Pangkah merupakan wilayah kerja minyak dan gas bumi (migas) yang terletak di
bagian timur laut Jawa. Saat ini, produksi di blok tersebut mencapai 7 ribu
barel per hari (bph) untuk minyak, dan 33 juta kaki kubik per hari untuk gas.
Tak
hanya memiliki migas yang sudah berproduksi, Blok Pangkah juga mempunyai
cadangan migas terbukti dan potensi cadangan yang diperkirakan mencapai 110
juta barel oil equivalent. Blok Pangkah selama ini dipandang sebagai salah satu
primadona bagi perusahaan migas nasional maupun multinasional.
Pasalnya,
blok tersebut juga dikenal dengan keberadaan potensi migasnya yang cukup besar.
Apalagi, ada beberapa kawasan yang hingga saat ini belum dilakukan eksplorasi
ataupun eksploitasi, seperti di Sumur Sebayu.
Pada 2013 ke belakang, Blok Pangkah dikendalikan leh perusahaan migas asal Amerika Serikat, Hess
Corporation, melalui anak perusahaannya, yaitu Hess Indonesia Pangkah. Hess
memiliki saham 75 persen di situ, sedangkan sisanya dimiliki oleh Kufpec
Indonesia BV, anak usaha Kuwait Foreign Petroleum Exploration Company KSC.
Investasi Hess Indonesia di Blok Ujung Pangkah, lepas pantai Jawa Timur sampai
dengan tahun 2010 mencapai $1 milyar. Blok tersebut sudah berada dalam pengembangan tahap kedua untuk meningkatkan produksi minyak
mentah.
Pengembangan lapangan tersebut sudah dilakukan sejak tahun 2006. Investasi tambahan pun dibutuhkan untuk platform kepala sumur, unit pengolahan utama, dan platform utilitas. Hess selama ini sudah memproduksikan gas dari blok tersebut sejak April 2007.
Cemari Laut Gresik
Saat Blok Pangkah dioperatori PT Hess Indonesia Pangkah,
sempat beredar kabar bahwa pengerjaan operasi di Blok Pangkah itu telah
mengundang permasalahan, terutama soal pencemaran laut Gresik.
Ribuan nelayan Kecamatan Ujung Pangkah merasa cemas
dengan adanya pencemaran laut yang diakibatkan oleh tumpahan minyak mentah yang
berasal dari Blok Pangkah.
Para nelayan itu khawatir ekosistem laut di sana
bakal terkena imbas dari tumpahan minyak mentah. Khususnya, nelayan Ujung
Pangkah Sidayu dan Panceng, menilai tumpahan minyak itu datang dari pengeboran
minyak dan gas milik Hess Indonesia.
Sebab, bagaimana tidak, perusahaan asal Amerika Serikat
tersebut, saat itu memang menjadi satu-satunya perusahaan pengeboran yang
mempunyai lokasi offshore di perairan Ujung Pangkah. Diduga, tumpahan minyak
itu terjadi pada 30 Oktober 2013 lalu. Anehnya, tumpahan minyak tersebut tidak
langsung diatasi oleh pihak perusahaan saat itu.
Hal ini ditunjukkan dengan adanya tumpukan sejumlah
material untuk membersihkan minyak di rumah Maun selaku ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia
cabang Gresik. Material itu berupa absorben boom (komponen untuk memisahkan air laut dari
minyak), dan absorben pad (lapisan untuk perahu nelayan agar tidak
terkena minyak dilaut). Beberapa nelayan Pangkah Wetan mengatakan, kebocoran
itu disebabkan oleh adanya kebocoran pada pipa minyak yang terletak di sekitar
daerahnya.
“Begitu mengetahui adanya
ceceran limbah minyak dilaut, nelayan tersebut langsung balik kanan dan tiba di
daratan pada pukul 04.00 wib, dan langsung melapor ke ketua nelayan pak Maun,”
ucap Uman yang menjadi sekretaris paguyuban nelayan tersebut.
Para nelayan di sana
merasa dirugikan. Sebab, hasil penangkapan ikan mereka mengalami penurunan.
Bahkan, mereka sempat tidak melaut karena banyak ikan yang mati dan, selain
itu, beberapa tambak pun juga ikut tercemat. Hutan mangrove yang berada di
pesisir ujung pangkah pun ikut tercemar. Mereka juga berharap, blok Pangkah itu
nantinya bisa berguna bagi masyarakat setempat dan tidak mencemarkan laut dan
juga daerah sekitar. Karena, mereka merasa sudah sangat dirugikan karena
kebocoran pipa offshore tersebut.
Blok Pangkah di Tangan Saka Energy
PT. Perusahaan
Gas Negara (PGN) Persero Tbk, melalui
anak usahanya di bidang hulu migas, yakni Saka Energy Indonesia, pada Juni
2013, mengakuisisi saham 25 persen milik Kufpec Indonesia, sebesar US$ 265
juta. Namun, tak berhenti di situ, Hess yang memiliki saham 75 persen di blok
ini ternyata ingin hengkang dari Indonesia pada akhir 2013 lalu.
Beberapa kalangan menyatakan, hengkangnya Hess Indonesia
itu hanya soal strategi bisnis dan optimasi aset korporat. Namun, juga ada
kemungkinan adanya keinginan pemegang saham Hess Indonesia untuk melepas asetnya
yang kalah dari segi kualitas ketimbang aset yang lainnya. Pelepasan aset
tersebut dinilai murni sebagai strategi bisnis semata. Apalagi, selama ini Hess
memang dikenal biasa dalam menjual-belikan asetnya kepada pihak lain. Terlebih,
shale gas-nya yang berada di Amerika pun memang sudah sangat berkualitas.
Perebutan
blok Pangkah pun terjadi, terutama antara Pertamina dan PGN. Berdasarkan
informasi yang diperoleh, Pertamina ingin
memiliki kepemilikan saham Hess itu untuk bisa mengakuisisi PGN. Sehingga,
pengelolaan migas pun menjadi terintegrasi.
Bahkan,
Pertamina sampai mengirimkan rilis kepada publik pada awal Desember lalu, yang
menyatakan bahwa Hess Indonesia Pangkah telah diakuisisi oleh Pertamina dengan
total nilai transaksi sebesar US$1,3 miliar. Saat itu, Pertamina menggandeng
PTTEP Netherlands Holding Cooperatie U.A, anak perusahaan PTTEP.
Namun, pada 10 Januari 2014, Hess Indonesia mengeluarkan
rilis yang menyatakan pihaknya telah menyelesaikan penjualan asetnya yang di Blok
Pangkah, kepada Saka Energy, dengan nilai sebesar US$ 650 juta, atau sekitar Rp
7,8 triliun. Jumlah tersebut sudah termasuk beban pajak dan utang. Dengan
demikian, sejak hari itu, Blok Pangkah resmi dikuasai oleh Saka Energy dengan kepemilikian saham menjadi 100 persen.
Jika keseluruhan aset itu ditotalkan, maka mencapai US$ 915 juta, atau senilai
Rp 11 triliun.
Comments