Saat ini pemerintah sedang menggalakkan penggunaan biofuel untuk pesawat udara, yang bernama bioavtur. Namun, Indonesia bukan negara yang pertama kali mengembangkan dan menggunakan bioavtur ini.
Semula, pengembangan bioavtur dilakukan di Fortaleza, Brazil, dari 1980 sampai 1985. Uji pertama kali dilakukan pada pesawat yang terbang dari Sao Jose dos Campos menuju Brasilia dengan menggunakan bioavtur murni. Artinya, tanpa, menggunakan mineral kerosin tradisional.
Jika dibandingkan dengan menggunakan petrokerosin, yakni kerosin yang dari bahan bakar fosil, maka konsumsi rata-rata dari biokerosin lebih besar mulai dari 4,5 persen sampai 6,0 persen.
Keberhasilan pengembangan bahan bakar nabati ini kemudian disusul dengan pegembangan penerbangan lainnya, seperti saat di London, Inggris, di mana pesawat Virgin Atlantics diterbangkan dari situ menuju Amsterdam. Ketika itu, pesawat itu menggunakan campuran Bahan Bakar Nabati (BBN) sampai 20 persen.
Pesawat Virgin Atlantics itu bekerja sama dengan Boeing, GE Aviation, dan Imperium Renewebles, perusahaan utama dalam teknologi produksi biodiesel di Seattle, Washington. Di saat itu pulalah, kerja sama itu membuahkan hasil.
Pesawat Boeing 747 berhasil diterbangkan, dengan dilengkapi mesin GE dan bahan bakar yang mengandung 20 persen bioavtur, yang diambil dari minyak babassu dan minyak kelapa. Pesawat itu terbang dari London Heathrow pada pukul 11.30, dan tiba di Amsterdam pada pukul 1.30 pm waktu setempat.
Keberhasilan dalam menerbangkan pesawat yang menggunakan bioavtur menjadi sebuah momentum yang menggembirakan, mengingat hal itu adalah demonstrasi penerbangan pesawat ber-bioavtur pertama di dalam dunia penerbangan jet komersial dalam skala besar.
Setelah penerbangan ini, Boeing, Air New Zealand dan Rolls-Royce juga melakukan demonstrasi penerbangan bioavtur dengan menggunakan pesawat terbang Air New Zealand Boeing 747-400 dengan mesin dari Rolls-Royce.
Sebuah perusahaan biofuel bernama Tecbio asal Brazil, telah melakukan kerja sama dengan NASA dan Boeing pada September 2006 lalu. Mereka bermaksud untuk mengembangkan biokerosin yang dijadikan sebagai jet biofuel. Tecbio menggunakan reaksi transesterifikasi untuk memproduksi biodiesel dan biokerosin, yang kemudian menjadi jet biofuel. Bahan bakunya, yaitu minyak babassu.
Seiring dengan naiknya kesejahteraan masyarakat, kebutuhan penggunaan pesawat di bidang transportasi, meningkat tajam. Dengan begitu, juga dibutuhkan energi alternatif, mengingat bahan bakar yang berbasis fosil lama-kelamaan akan menipis cadangannya.
Yang kini menjadi solusi alternatif untuk dijadikan sebagai pengganti bahan bakar fosil itu, adalah bioavtur ini. Selain mudah diperbarui, biokerosin juga mampu mereduksi emisi gas rumah kaca penyebab pemanasan global, dan lebih ramah lingkungan. Biokerosin juga memiliki nilai lubrisitas dan detergensi yang cukup baik.
Dengan begitu, itu membuatnya memiliki kemampuan untuk memperbaiki kinerja dari petrokerosin dan berkontribusi dalam pembersihan turbin. Namun, meski tidak membutuhkan modifikasi mesin bahan bakar kendaraan, biokerosin memiliki kecenderungan untuk membeku lebih cepat dibandingkan dengan bahan bakar berbasis fosil biasa.
Bioavtur adalah hasil dari pengolahan lanjutan dari biokerosin yang merupakan bahan bakar cair yang berasal dari tumbuh-tumbuhan dan memiliki viskositas serta karakteristik pembakaran yang mirip dengan minyak tanah. Biokerosin atau jet biofuel ini adalah bahan bakar yang berasal dari bahan yang lebih mudah untuk diperbaharui ketimbang bahan bakar jet biasa.
Sebelum menjadi bioavtur, biokerosin diujikan kembali sehingga bisa menghasilkan bahan bakar yang memiliki kualitas dan mutu yang baik. Bioavtur, sebagai bensin yang telah dipersiapkan untuk masa depan industri penerbangan, memang telah melalui masa-masa itu.
Hingga kini, selama proses penelitian lanjutan berlangsung di Indonesia, bioavtur, selain berbasis pada biokerosin, juga berbasis pada bioetanol. Selain itu, beberapa kalangan juga ada yang menilai, biohidrokarbon via hidrogenasi minyak-lemak nabati semestinya menjadi hal yang utama dalam memproduksi bioavtur.
Umar Mukhtar
Comments