Ide dan Nihilisme Dalam Obrolan

Bowo: dunia itu cuma wujud potensial. Potensial itu belum ada, tapi dia punya potensi untuk ada. Cewe itu punya potensi untuk hamil. Ketika hamil, itu sebenarnya sudah ada. Hamil itu sudah ada. Kan di situ ada hierarki ide.

Umar: masa gitu ya, yang dikatakan si Plato itu, jadi kita sebenarnya sudah pernah berkunjung ke semua ini kan..

Bowo: nggak, maksudnya itu ini semua sudah pernah ada. Ini sudah ada.

Umar: dan kalau memang ini sudah pernah ada, berarti kita sudah pernah ada, jadi di bukunya itu, jiwa kita pernah ada di alam ini. Ketika kita sudah lahir, jiwa hanya sekadar mengingat doang. Itu yang aneh..

Bowo: bukan gitu. Jadi semuanya ini sudah ada.

Umar: Manusia ada?

Bowo: ada dalam alam ide. Yang asli itu kan ide. Ini mah cuma ya.. nggak asli. Yang asli itu Cuma yang abadi. Di alam ide itu semuanya sudah ada, sama seperti ini. Ketika kita turun ke bumi, melalui proses, melalui rahim, kita lupa kan, memori kita dihapus, kayak di Inception (nama film).

Umar: Ethernal Sunshine (nama film juga).

Bowo: dia nggak tahu, kalau masalah de Javu itu biasanya dipakai di konsep reinkarnasi. Mungkin dia pakai itu juga. Kadang kita merasa, kayaknya ini terjadi pernah deh..

Umar: emang konsepnya si Plato dipakai di pemerintahan Athena kan.. ada yang sepakat, ada yang nggak..

Bowo: Cuma kalo pengaruh filsafatnya dipakai di Islam dipake, kristen dipake, sampai zaman di filsafat modern itu masih dipake. Pengaruhnya dari situ. Ada yang bilang, filosof yang ada cuma catatan kakinya Plato. Sampai Postmo itu baru mulai membabat habis, mulai dari Nietzsche.

Umar: Postmo isinya apaan sih?

Bowo: nihilisme intinya mah. Menihilkan semuanya.

Umar: apakah berhasil usaha untuk menihilkan itu?

Bowo: ya kalau berhasilnya sih belum. Cuma dari efek-efeknya, kayak model teori dekonstruksi itu kan juga dari situ. Itu kan juga dipakai menjadi sebuah gerakan. Kayak orang-orang feminisme itu ngambilnya dari situ juga. Bahwa nggak ada perbedaan antara cewe dan cowo. Kita sama saja. Kalo di filsafat modern, dia terjebak di parsial-parsial itu. Ada yang rasionalisme, ada yang empirisme.

Umar: Cuma yang gua rasakan, si Nietzsche itu membawa pemikiran yang rasional.

Bowo: semuanya rasional, karena pakai logika. Logika itu beda-beda. Logika elu dengan logika gua itu beda.

Umar: dengan adanya nihilisme itu dia mau menghapuskan adanya rasionalisme, empirisme, tapi justru dia terjebak di rasionalisme.

Bowo: dia memang pernah bilang seperti ini. Sasaran dia kan sebenarnya, bahwa Tuhan itu adalah sumber segalanya, sumber malapetaka itu sebenarnya dia. Selama masih ada Tuhan yang sejati, itu pertikaian takkan pernah berakhir. Waktu itu disana dia konfliknya sama kristen. Dia bilang, “Bunuh Tuhan. Kita telah membunuh Tuhan, bukan kau, bukan aku, tapi kita”. Tapi dia ngomong kayak gini, manusia itu makhluk penyembah, ketika Tuhan sudah mati, dia akan mencari sembahan yang lainnya. Itu mereka akan lari ke Ideologi. Bahkan mungkin menyembah dirinya, hawa nafsu. Ketika semuanya sudah dinihilkan, otomatis nihilisme itu akan menjadi paham tersendiri, kalau memang itu berhasil. Nah, itu bukan yang dikehendaki oleh Nietzsche sebenarnya. Pokoknya kita sama rata. Tapi mungkin itu tetap niscaya akan terjadi. Karena itu sudah jadi sifat manusia yang selalu berkelompok, selalu mencari kekuatan bersama, sangat jarang orang yang mampu untuk sendiri. Di antara kita lebih banyak mau menghabiskan malam minggu bersama orang lain, ketimbang baca buku sendirian di kosan.. atau di kamar untuk menulis. Itu sama dengan ketidakotentikan manusia.

Umar: dia menihilkan apa yang berwujud atau apa yang ada di sekitar manusia?

Bowo: yang berwujud apa?

Umar: Manusia.

Bowo: manusia tetap konsep, ide.

Umar: berarti dia juga berusaha menghilangkan manusia.

Bowo: kalau bicara ke situ, semuanya itu nggak lepas dari ide, mar. Manusia itu apa, ide. Umar itu apa, ide. Komputer itu apa, ide. Ini..ini bukan komputer.. ini roti? Roti itu sendiri mana? Itu ide.. itulah yang dipakai ke sini-sininya, kayak iklan, ke alam bawah sadar. Apa coba orang majang Djarum Super di jalan-jalan. Apakah itu ngaruh? Simbol itu yang mewakili berbagai macam ide, makna. Makanya orang bisa marah ketika ada tulisan la ila ha illallah diinjak-injak.

Umar: Nihilisme itu mau menghapuskan ide di alam ini itu?

Bowo: ya kalau menghapuskan alam ide ya nggak. Tapi yang jelas, yang menentukan ide seseorang itu kan dari pikirannya. Ya memang yang dinihilkan adalah ide itu.

Umar: ide yang ada di masyarakat, yang di bumi?

Bowo: iya, tiap orang itu kan melakukan sesuatu karena ide, entah itu disadari atau tidak.

Umar: terus dia mau menghapuskan itu maksudnya?

Bowo: iya.

Umar: kalau gitu dia mau menghapuskan diri dia sendiri?

Bowo: dan itu yang nggak berhasil. Nggak akan pernah berhasil karena masih ada ‘Aku’. Satu-satunya kekurangan nihilisme itu adalah dia tidak bisa menihilkan diri dia sendiri. Dia sih pengen menihilkan dirinya sendiri. Orang-orang kayak gitu kan udah nggak peduli dengan diri dia sendiri. Sampe dia matinya karena Sipilis, karena TBC. Sama kayak Chairil Anwar. Haha.. Chairil Anwar matinya karena TBC.

Umar: Nggak ada yang namanya rasional dong.

Bowo: nggak ada sebenarnya rasional, nggak ada sebenarnya irrasional. Semuanya hanya rasionalisasi. Hantu aja bisa jadi rasional kalau elu rasionalkan. Rasional atau nggak rasional itu kan, nah.. itu kelemahan rasionalisme,, yang banyak dikritik. Jadi rasional itu, yang menamakan dirinya rasional, itu selalu mengesampingkan sesuatu yang tidak sesuai dengan dia. Padahal itu cuma bentuk rasionalisasi doang. Rasional itu dasarnya logika. Logika itu dasarnya matematika. Matematika itu sendiri nggak rasional. Ada angka nol, angka nol itu nggak rasional.
    

Comments