Memahami Media Melalui Semiotika

Pelbagai tipe media memiliki makna tersendiri yang dibungkus dengan cermat, lalu dibuang ke masyarakat. Bungkusan itu bisa berupa isi dari televisi, media cetak, film, iklan, dan semacamnya. Masyarakat pun jadi lebih mudah memperoleh dan mengakses informasi, serta mendapatkan pengetahuan yang luas. Lalu, apakah kita sadar akan pengaruh informasi tersebut? 

Di tengah zaman informatika ini, pelbagai informasi dapat memengaruhi pikiran manusia secara tidak langsung. Pada akhirnya, manusia dapat tereduksi identitasnya. Hal ini pulalah yang menjadi kekhawatiran Marshall McLuhan, bahwa media dapat membangkitkan adanya alienasi pada banyak orang. Karenanya, Marcel Danesi, seorang profesor semiotika dan antropologi linguistik, menyajikan pelbagai tipe media masa kini ditinjau dari sudut semiotika melalui buku karangannya ini.


Semiotika dan Media Massa
Di buku ini penulis memaparkan bahwa dalam teori semiotika, bentuk fisik sebuah representasi , pada umumnya disebut penanda. Lalu, makna yang dibangunnya, disebut petanda. Makna yang berpotensi untuk diambil dari representasi ini dalam sebuah lingkungan budaya tertentu, disebut sebagai sistem penandaan.
Dalam proses pembuatan penanda, digunakanlah medium berupa gambar, suara, dan sebagainya untuk menampilkan ulang sesuatu yang diindra, dibayangkan, atau dirasakan dalam bentuk fisik. Proses inilah di mana media berusaha membangun sesuatu (bentuk X) dalam rangka mengalihkannya ke sesuatu yang lain (bentuk Y) baik itu material atau pun konseptual. Dengan kalimat lain, mereka berusaha agar X = Y. Untuk mencapainya, si pembuat bentuk penanda memasukkan konteks historis, sosial, atau segala hal yang terkait dengan pembuatan bentuk ini.

Marcel memberikan contoh tentang representasi ini. Seks, secara semiotika, dapat dijadikan sebagai referen (sesuatu yang dirujuk), karena menjadi hal yang ingin kita rujuk. Referen ini bisa direpresentasikan dalam bentuk yang lain; misal ada yang merepresentasikan seks dengan film-film erotis; ada yang representasinya berupa potret dua orang yang sedang berciuman dengan mesra; atau bisa juga melalui puisi-puisi yang berisi aspek-aspek seks secara vulgar.

Dalam memaknai representasi ini, tidak bisa terpatok pada satu makna saja, atau memilah pelbagai makna untuk diberlakukan pada satu kelompok tertentu. Begitu banyak hal lain seperti konvensi sosial, pengalaman komunal, dan faktor kontekstual lainnya yang membatasi pelbagai pilihan makna. Karena, analisis semiotika adalah upaya untuk menggambarkan pelbagai pilihan makna yang tersedia. Semiotika cenderung menggunakan interperetasi untuk memaknai gambaran tertentu (hal.5).

Penulis juga menjelaskan tentang tipe-tipe media, mulai dari media cetak, media audio, film, televisi, komputer dan internet, dan iklan. Fokus dari tiap bab ini menjelaskan awal mula kemunculan dan perkembangan dari tiap media tersebut. Dari aspek perkembangan itu, dilihat dari sudut pandang semiotika untuk menguraikan pengaruh-pengaruhnya terhadap tatanan kehidupan masyarakat.

Melalui buku ini pula, penulis memaparkan dampak-dampak sosial media dengan disertai contoh-contoh kasus di Amerika Utara.  Sekaligus menunjukkan bahwa media massa secara langsung bisa memengaruhi perilaku manusia, yang dinamakan ‘Teori jarum suntik’.

Sebagai pengantar, buku ini bagus bagi yang ingin memulai mempelajari semiotika secara praktis terkait dengan media. Karena penulis tidak banyak memberikan teori, tapi lebih kepada studi kasus berdasarkan sudut pandang semiotika yang dijelaskan secara ringkas.

Meski begitu, buku ini menyajikan perbedaan pandangan beberapa tokoh semiotika seputar pemahamannya terhadap perkembangan media. Hal ini yang terkadang membuat para pembaca pemula bingung untuk memilih mana pandangan yang lebih baik. Tetapi, dalam keadaan demikian penulis mengambil posisi dengan memberikan pandangannya yang menengahi perbedaan tersebut.
    Bagi yang ingin memahami struktur makna yang disebarkan media ke dalam sistem kehidupan modern sehari-hari, buku ini dapat dijadikan rujukan.

Comments