Pemandangan karya sastra saat ini, cukup memprihatinkan.
Saya teringat dengan model sastra yang sempat didiskusikan Arief Budiman, Ariel Heryanto dkk, yang tertuang dalam buku sastra kontekstual. Dari sastra model itu, diharapkan bermunculan sastra yang
sesuai dengan keadaan zaman. Sesuai yang terkutip
dalam buku itu, adanya sastra kontekstual, mengindikasikan adanya sastra
dangdut yang tercetus oleh salah satu sastrawan.
Dangdut hanya segelintir orang yang menyukainya, yakni rakyat kecil. Karenanya, dalam hal ini, karya sastra
harus mampu merefleksikan apa yang terjadi dan dialami oleh rakyat kecil. Tapi,
nyatanya, kini yang terbetik hanyalah karya sastra yang ekspresif semata, dan
rekaman-rekaman sejarah.
Karya sastra tak melulu berdasar pada ekspresi semata
atau pada peristiwa lalu yang diliterasikan. Lebih dari itu, sebuah karya
memiliki substansi yang kontekstual. Kita berada disaat kapan? Apa yang terjadi
di dalamnya? Siapa saja di dalamnya? Siapa yang merugikan dan yang
dirugikan? Jadi, tidak semata merefleksikan apa yang kita alami. Lebih dari
itu, kemunculan suatu karya sastra dihasilkan dari pergulatan pikiran seorang
pengarang terhadap realitas, yang menjadi faktor kegelisahannya.
Refleksi terhadap realitas lebih diharapkan
keberadaannya. Karya sastra yang tidak berorientasi pada kepentingan rakyat,
pantaslah untuk tidak dianggap. Meski kenyataannya karya yang seperti itu lebih
diminati, alangkah baiknya jika sang pengarang mengajarkan kepada masyarakat
tentang potret masyarakat kekinian.
Sastra cinta, ya, cinta, memang sangat
disukai, tapi entah sampai kapan masyarakat dibodohkan oleh karya yang bagi
saya, itu tidak bermutu. Masyarakat saat ini lebih membutuhkan refleksisasi seorang pengarang untuk memperhatikan
keadaaan sekitar. Kondisi sosial yang memprihatinkan, menyuruh kita untuk
memiliki kepekaan sosial lebih tinggi. Kesastraan tumbuh dari rakyat, hasilnya
pun harus memenuhi kepentingan rakyat.
Para penadah tangan tidak butuh cinta, yang mereka
butuhkan adalah hasil refleksi kita sebagai manusia kepada mereka. Bagaimana cara merefleksikannya? Untuk pembaca, melalui bacaan terhadap karya-karya bertemakan
kenyataan sosial yang kini dialami rekan sosial kita. Dan, untuk para sastrawan, melalui pembuatan karya-karya yang
merefleksikan keadaan sosial sekitar.
Sastra
sangat berkaitan dengan hubungan antara hati dan realita. Jika hati itu
tidak dimanfaatkan untuk kepentingan bersama, maka cap egoisme seorang
sastrawan makin menjadi-jadi. Sastra merupakan identitas dari manusia
sekitarnya. Karenanya, tidak penting jika sastra dipengaruhi dunia luar. Sastra
adalah dunia sekitarnya.
Comments