"Lama-lama kalo kendaraan makin banyak, polusi udara bakal makin merebak nich," tukas Atoy, kawan setongkronganku di warkop bilangan ciputat, saat membicarakan temannya yang ingin membeli motor.
Tidak bisa dibayangkan memang, jika setiap orang membeli motor, akibatnya selain kemacetan, bisa mengurangi umur kita. Saat kita melewati jalan raya dengan kendaraan atau tidak, maka sadar atau tidak, akan terhirup karbondioksida yang dikeluarkan kendaraan lainnya, terutama bis-bis angkutan umum yang berasap hitam kelam tidak karuan yang dapat menyebabkan kanker paru-paru.
"Tapi kalo kita cermati, malah mesin penghasil polusi udara itulah yang memenuhi hajat kehidupan orang banyak. Selain penghasil nafkah untuk si supir dan kenek, juga sebagai penolong para penumpang yang tidak berkontribusi pada kemacetan di kota metropolitan ini," ujarku kepada kawanku yang jengkel dengan bis-bis tersebut.
"Memang penghasil nafkah, tapi juga sebagai 'pembunuh pengendara motor' lainnya," sanggah Atoy.
"Lha, siapa suruh pake motor!, udah tau kayak gitu kenapa masih pake motor?," ujarku sembari merasa kesal dengan pembicaraan ini.
Diskusi itu pun di-clear-kan oleh Wandi, salah seorang kawanku yang dari tadi hanya melongo terdiam tanpa bahasa. "Hey...sudahlah, malu diliat orang-orang," tegas Wandi yang begitu malunya ia kepada orang-orang yang terus memandang ke arah teman-temannya itu. Tapi, ada seorang bapak berpakaian baju dinas, berjalan menuju tempat kami yang berada di pojokan seolah ingin memarahi kami.
Bapak itu pun duduk dekat kami, tak ada angin tapi ada air, ia berucap, "Masalahnya bukan pada pengendara motor atau supir bis itu nak, tapi bagaimana pemerintah men-setting-nya."
"Jadi pemerintah seharusnya gimana?," tanya Atoy tanpa ingin tahu siapa bapak itu.
"Persis seperti yang dilakukan pemerintah dengan program pengalihan minyak tanah ke gas," terang bapak itu. "Artinya, perlu adanya pengalihan dari kendaraan ber-BBM menjadi ber-BBG. Untuk saat ini, program busway harus digalakkan kualitasnya dari segi kenyamanan dan keamanan serta jalurnya yang harus diperluas. Dengan begitu secara pelan-pelan masyarakat akan tergugah untuk beralih ke busway. Tapi enggak lupa juga, Pemprov DKI perlu menjamin nasib para supir bis serta pengusahanya agar tidak berimbas buruk pada mereka," jelasnya.
"Wah… enaknya ya kalo pake BBG, enggak bikin sesak," gumam Atoy sembari mengkhayal.
BBG selain ramah lingkungan, juga tidak makan tempat karena menggunakan sistem pemipaan yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan. Setiap macam kendaraan sebenarnya dapat dipasang peralatan tambahan yang bernama converter kit untuk pemakaian BBG.
"Setahu saya, negara yang banyak menggunakan kendaraan ber-BBG adalah Brazil dan Argentina. Di sana mengalami perkembangan karena harganya yang lebih murah dan disertai fasilitator yang mumpuni," ujarku menyambung obrolan yang hangat ini.
"Betul itu, Negara kita pun udah punya rencana dari sekitar tahun 1986, tapi karena harga BBM saat itu masih terjangkau, jadi orang-orang kayak sopir taksi belum pada mau pindah ke gas. Lagi pula lebih banyak SPBU dari pada SPBG. Semoga saja program kendaraan BBG segera terealisasi," harap bapak itu kepada pemerintah.
"Aaaamiin," jawab kami.
Tidak bisa dibayangkan memang, jika setiap orang membeli motor, akibatnya selain kemacetan, bisa mengurangi umur kita. Saat kita melewati jalan raya dengan kendaraan atau tidak, maka sadar atau tidak, akan terhirup karbondioksida yang dikeluarkan kendaraan lainnya, terutama bis-bis angkutan umum yang berasap hitam kelam tidak karuan yang dapat menyebabkan kanker paru-paru.
"Tapi kalo kita cermati, malah mesin penghasil polusi udara itulah yang memenuhi hajat kehidupan orang banyak. Selain penghasil nafkah untuk si supir dan kenek, juga sebagai penolong para penumpang yang tidak berkontribusi pada kemacetan di kota metropolitan ini," ujarku kepada kawanku yang jengkel dengan bis-bis tersebut.
"Memang penghasil nafkah, tapi juga sebagai 'pembunuh pengendara motor' lainnya," sanggah Atoy.
"Lha, siapa suruh pake motor!, udah tau kayak gitu kenapa masih pake motor?," ujarku sembari merasa kesal dengan pembicaraan ini.
Diskusi itu pun di-clear-kan oleh Wandi, salah seorang kawanku yang dari tadi hanya melongo terdiam tanpa bahasa. "Hey...sudahlah, malu diliat orang-orang," tegas Wandi yang begitu malunya ia kepada orang-orang yang terus memandang ke arah teman-temannya itu. Tapi, ada seorang bapak berpakaian baju dinas, berjalan menuju tempat kami yang berada di pojokan seolah ingin memarahi kami.
Bapak itu pun duduk dekat kami, tak ada angin tapi ada air, ia berucap, "Masalahnya bukan pada pengendara motor atau supir bis itu nak, tapi bagaimana pemerintah men-setting-nya."
"Jadi pemerintah seharusnya gimana?," tanya Atoy tanpa ingin tahu siapa bapak itu.
"Persis seperti yang dilakukan pemerintah dengan program pengalihan minyak tanah ke gas," terang bapak itu. "Artinya, perlu adanya pengalihan dari kendaraan ber-BBM menjadi ber-BBG. Untuk saat ini, program busway harus digalakkan kualitasnya dari segi kenyamanan dan keamanan serta jalurnya yang harus diperluas. Dengan begitu secara pelan-pelan masyarakat akan tergugah untuk beralih ke busway. Tapi enggak lupa juga, Pemprov DKI perlu menjamin nasib para supir bis serta pengusahanya agar tidak berimbas buruk pada mereka," jelasnya.
"Wah… enaknya ya kalo pake BBG, enggak bikin sesak," gumam Atoy sembari mengkhayal.
BBG selain ramah lingkungan, juga tidak makan tempat karena menggunakan sistem pemipaan yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan. Setiap macam kendaraan sebenarnya dapat dipasang peralatan tambahan yang bernama converter kit untuk pemakaian BBG.
"Setahu saya, negara yang banyak menggunakan kendaraan ber-BBG adalah Brazil dan Argentina. Di sana mengalami perkembangan karena harganya yang lebih murah dan disertai fasilitator yang mumpuni," ujarku menyambung obrolan yang hangat ini.
"Betul itu, Negara kita pun udah punya rencana dari sekitar tahun 1986, tapi karena harga BBM saat itu masih terjangkau, jadi orang-orang kayak sopir taksi belum pada mau pindah ke gas. Lagi pula lebih banyak SPBU dari pada SPBG. Semoga saja program kendaraan BBG segera terealisasi," harap bapak itu kepada pemerintah.
"Aaaamiin," jawab kami.
Comments