Menelaah Halal Haram Investasi Crypto, Sesuai Syariat?

Bagaimana pandangan hukum Islam atau syariat Islam terhadap mata uang kripto crypto? Seperti diketahui, popularitas crypto sekarang ini tidak bisa dilepaskan dari kehadiran Bitcoin.

Bitcoin dikenalkan oleh seseorang atau kelompok dengan nama samaran Satoshi Nakamoto, lewat sebuah whitepaper pada 2008 lalu. Bitcoin resmi diluncurkan pada Januari 2009.

Bitcoin merupakan mata uang online peer-to-peer. Artinya, seluruh transaksi terjadi secara langsung antara pengguna tanpa memerlukan perantara untuk mengizinkan atau menfasilitasi mereka. Ini berbeda dengan model transaksi melalui sistem perbankan di mana bank berperan sebagai pihak ketiga bagi fulan yang ingin mentransfer uang ke fulanah.

Bitcoin diciptakan untuk memungkinkan pembayaran online dikirim langsung dari satu pihak ke pihak lain tanpa melewati lembaga keuangan atau perbankan. Lambat-laun, muncul koin-koin kripto yang baru (altcoin). Di antaranya, Dogecoin, Ethereum, dan banyak lagi.

Masyarakat pun menjadikannya sebagai investasi karena memiliki tingkat kenaikan harga yang cepat, walaupun cepat pula penurunannya. Meski punya volatilitas yang tinggi, kripto digandrungi banyak orang sebagai alat investasi terutama di kalangan milenial atau investor pemula.

Bagaimana pandangan hukum Islam atau syariat Islam terhadap mata uang kripto crypto? Dosen Hukum Ekonomi Syariah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, AH Azharuddin Lathif menyampaikan ulasan soal kripto. Ia mengakui, kripto adalah persoalan kontemporer yang tidak ditemukan dalam Alquran dan As-Sunnah serta ijtihad ulama klasik.

Kripto mulai muncul sejak 2009 dengan dikenalnya Bitcoin yang dibuat oleh seseorang yang menggunakan nama samaran sehingga tidak jelas siapa penciptanya. Sebelum 2009, istilah Bitcoin dan kripto belum familiar. Saat itu yang diketahui adalah uang elektronik yang berbeda dengan cryptocurrency,” ujarnya.

Azharuddin menjelaskan, mata uang kripto secara sederhana adalah uang digital yang bisa digunakan untuk transaksi tanpa melewati pihak ketiga. Sedangkan kalau uang elektronik itu melalui pihak ketiga. Namun dalam perkembangannya, kini banyak yang berinvestasi pada mata uang kripto.

“Ini adalah persoalan ijtihadi sehingga ulama merespons persoalan kontemporer terkait uang digital yang jumlahya sekarang banyak, tidak hanya bitcoin,” tuturnya.

Azharuddin menyampaikan, ulama-ulama di Timur Tengah saat ini telah banyak menyampaikan pendapatnya soal mata uang kripto.

“Rata-rata berkesimpulan bahwa kripto ini haram dijadikan media transaksi. Misal MUI-nya Turki, itu berkesimpulan bahwa aset kripto baik itu sebagai mata uang atau komoditi adalah sesuatu yang dilarang. Nah ini pendapat mayoritas ulama,” paparnya.

Namun, Azharuddin mengatakan, ada pula yang berpendapat bahwa aset kripto sangat berpotensi dibolehkan. Pendapat ini merujuk pada prinsip dasar muamalah, ‘al-ashlu fi al-muamalati al-ibahah hatta yadullu al-daliilu ala tahrimiha’, yakni hukum asal muamalah itu boleh sampai ada dalil yang mengharamkan.

“Kemudian, argumentasi yang membolehkan kripto, bahwa aset kripto itu merupakan harta karena di dalamnya terkandung manfaat dan nilai,” ungkapnya.

Di beberapa negara pun, terang Azharuddin, Bitcoin sebagai salah satu koin kripto telah diterima. Misalnya di Amerika Serikat, Kanada, Uni Eropa, dan Australia. Namun bukan sebagai mata uang dan hanya sebagai layanan keuangan. Satu-satunya negara di dunia yang menerima Bitcoin sebagai alat pembayaran yang sah adalah El Savador.

Merujuk pada keadaan itulah, lanjut Azharuddin, ada sebagian ulama yang membolehkan. Seperti ulama di Jerman yang menanggapi negaranya yang telah membolehkan kripto. Ulama tersebut pun berpendapat bahwa kripto itu dibolehkan.

“Kesimpulannya, apakah aset kripto ini sesuai atau tidak menurut syariah? Jawabannya adalah terjadi perbedaan pendapat para ulama. Mayoritas melarang karena aset kripto itu sesuatu yang gharar, tidak jelas dan tidak pasti. Asal-asulnya saja tidak pasti. Juga sangat potensial menjadi ajang spekulasi (maysir atau qimar). Inilah yang menjadi sorotan,” jelasnya.

Selain itu, Azharuddin juga menyoroti kripto bila ingin dijadikan sebagai alat transaksi pembayaran. Dia mengatakan, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi. Kripto bisa menjadi alat pembayaran bila memang masyarakat menerimanya. Terlebih di negara tertentu sudah menerima Bitcoin sebagai alat pembayaran sah.

“Namun dibutuhkan pengakuan hukum oleh negara dan inilah yang penting. Karena sekarang banyak negara yang menolak aset kripto sebagai mata uang karena berbagai alasan,” ucapnya. []

Comments