the Bangrengs (2)

 

Sebuah warung tegak berdiri di hadapanku. Pintunya dari bahan besi aluminium, lantainya putih kotor dan beberapa ubin sudah ada yang retak.

Di depan pintu besi warung, ada meja-meja yang rapi berjejer. Bahan mejanya dari kayu, dan permukaan di atasnya dilapisi sebuah banner. Yah, biar gampang bersihinnya. Di samping warung ini pun ada warung lagi. Sederet bangunan ini memang warung yang menjual bermacam-macam makanan berat.

Warung itu berada di pusaran Pemerintahan Kabupaten Dambung. Bayangkan, kalau siang, warung selalu ramai karena menjadi tempat makan bagi para PNS Kabupaten Dambung dari sejumlah dinas.

Ada PNS ibu-ibu, ada PNS teteh-teteh, ada PNS laki-laki tua tapi masih genit, ada PNS muda yang terlihat pintar tapi sebetulnya blo'on.

Jangan salah, warung ini tidak hanya dihuni pekerja berseragam, tapi juga pekerja berpakaian bebas. Ya, wartawan, jurnalis, pewarta, apalah namanya.

"Dari mana, Ram, ada berita apa nih?" kata Erde bertanya kepadaku yang baru saja tiba di warung.

"Yah dari kosan. Baru bangun, langsung ke sini deh. Belum dapat apa-apa," ujarku menimpal.

Warung Ibu Tati ini memang selalu menjadi tempat berkumpulnya para pewarta. Kami sering ke sini bukan karena makanannya yang enak atau lezat, tapi karena lokasinya yang strategis, dan pemilik warung, Bu Tati, yang lumayan supel dengan pelanggan. Ia memang selalu mudah dekat dengan siapapun, termasuk dengan pewarta.

Bahkan terkadang ia menjadi sumber informasi. Dadang namanya dikorbankan, karena dicatut untuk dipakai dalam berita sebagai salah satu narasumber. Padahal mah boro-boro wawancara. Itu hanya perkiraan pewarta untuk mengejawantahkan pemikiran dari Bu Tati dan yang dialaminya. Alasanku saja.

Di depan warung ini, berjejerlah motor-motor kami. Yah, motorku-lah yang paling butut. Motor ku kelahiran 1997, asli oriental dari Jepang. Sedangkan motor-motor pewarta lain beuh tahun pembuatannya tergolong baru, yaitu tahun 2010 ke sini. Masih bisa dibilang baru yah.

Warung Bu Tati adalah kantor bagi kami. Tempat menelpon narasumber, nulis berita, tempat mengisi perut kala lapar mendera, tempat menyeruput kopi sembari nulis berita, tempat ngomongin isu yang hot, dan terakhir, (camkan baik-baik) tempat gibah. O iya satu lagi yang terakhir, tempat bagi-bagi duit.

*Kisah dalam tulisan ini fiktif tapi terinspirasi kenyataan. (5/9/16)

Comments